Adsense

Tampilkan postingan dengan label mesin roti bekas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mesin roti bekas. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 Juli 2014

REZEKI LEBARAN KUE KERING KARAKTER KARTUN


Kue atau cookies karakter kini sedang naik daun. Bentuknya yang lucu-lucu seperti aneka tokoh kartun, angka atau abjad ditambah warna yang menarik, membuat cookies karakter memiliki banyak peminat. Apalagi di bulan puasa seperti ini, permintaan kue kering ini pun membeludak untuk persiapan lebaran. Para produsen kue pun meraup omzet berlipat.
Hari Idul Fitri tinggal beberapa minggu lagi. Ini merupakan pertanda baik bagi para pengusaha kue kering. Pasalnya, mereka tentu akan kebanjiran pesanan. Maklum, saat ini kebanyakan orang memilih untuk membeli kue ketimbang membuat sendiri.
Aisyah Baidah, produsen kue asal Bandung ini misalnya, dia mengaku sudah kewalahan menerima pesanan kue kering. Pada momen seperti ini dia bisa menerima pesanan hingga 1.000 stoples per minggu.
Padahal di bulan-bulan normal, Aisyah hanya memproduksi sekitar 200 stoples per bulan. Untuk memenuhi seluruh pesanan, saat ini dia dibantu 15 karyawan.
Ingin memberikan tampilan yang unik dan menarik, Aisyah membuat kue kering berkarakter seperti kue nastar Anggry Bird, kue kering Doraemon, Hello Kitty dan lainnya sejak tahun 2013.
Harga jual kue buatannya sebesar Rp 45.000 per stoples. Tetapi, untuk para pelanggan yang membeli lebih dari dua stoples,  diberikan harga spesial yaitu Rp 35.000 per stoples. Sedangkan, untuk para tengkulak yang memesan minimal 60 stoples diberikan harga khusus yaitu Rp 30.000 per stoples.
Pesanan yang datang hampir dari seluruh wilayah Indonesia beberapa diantaranya seperti Kalimantan, Bandung, Jakarta dan Sumatera. Lantaran permintaan membeludak, omzet yang dia dapat pun berlipat. Dalam seminggu Aisyah mengaku dapat mengantongi omzet sekitar Rp 30 juta hingga Rp 35 juta. "Keuntungannya saya bisa dapat lebih dari 100%," katanya.
Pemain lainnya yang juga menggeluti bisnis kue kering adalah Ivana Indriany. Wanita yang juga pemilik Key’s Cake ini baru awal tahun ini bergabung menjadi agen kue kering berkarakter.
Ivana memilih untuk menjadi agen kue berkarter ini karena bentuknya yang unik dan tidak banyak orang yang mampu untuk membuatnya sendiri. Lagipula, kue ini memang sedang naik daun. Ivana mengatakan, kue nastar Anggry Bird adalah karakter favorit para pelanggan saat ini.
Ivana pun sudah memiliki banyak pelanggan di berbagai daerah. Baru-baru ini dia mengirimkan kue kering berkarakter ke Kalimantan, Surabaya, Sidoarjo dan lainnya.
Ivana mengatakan, selama bulan Ramadan jumlah pesanan kue kering berkarakter sudah meningkat lebih dari 100% dari jumlah pesanan di hari-hari biasanya. Biasanya dia hanya mendapatkan pesanan sekitar 1 lusin–2 lusin per hari. Tetapi saat ini permintaan bisa mencapai lebih dari 5 lusin per hari. Ivana membandrol harga kuenya seharga Rp 45.000 per stoplesnya.
Tapi Ivana enggan mengatakan jumlah omzet yang didapat ketika permintaan sedang tinggi seperti ini. Jika dihitung-hitung penjualan saat ini sekitar 60 stoples per hari, artinya Ivana bisa meraup omzet sekitar Rp 2,7 juta per hari atau dia bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 80 juta.(sumber : kontan.co.id)

Minggu, 15 Desember 2013

Mencicipi peluang bisnis mi ayam pedas

Mi ayam termasuk salah satu kuliner favorit masyarakat Indonesia. Pantas saja jika mi ayam dijuluki sebagai kuliner sejuta umat. Kita pun bisa dengan mudah menemukan gerai-gerai yang menyajikan makanan asli China ini di sepanjang jalan. Menu olahan mi ayam pun kian bervariasi.

Tengok saja penjaja mi ayam bernama Saiyo asal Bantul, Yogyakarta. Mengusung brand Miyada, ia menawarkan mi ayam dengan berbagai level kepedasan. Miyada sendiri merupakan singkatan dari mi ayam pedas.

Mendirikan usaha tahun 2012, Saiyo lalu menawarkan kemitraan pada medio tahun ini. Hingga kini, Saiyo sudah punya empat gerai di Yogyakarta. “Satu gerai milik saya dan sisanya mitra,” ujarnya.

Saiyo mengklaim, keunikan Miyada dibandingkan kompetitornya terletak pada bumbu ayam dengan pedas yang bertingkat, yakni mulai level nol sampai lima.

Miyada juga menyajikan mi hijau yang terbuat dari bayam dan wortel bagi penggemar sayur-sayuran. Satu porsi mi ayam dibanderol seharga Rp 6.000. “Kami membidik masyarakat menengah bawah,” kata dia.

Anda tertarik? Saiyo menjual paket usaha Miyada seharga Rp 2,5 juta. Mitra akan mendapatkan pelatihan produksi, seragam karyawan, peralatan masak, seperti kompor, panci, media promosi, serta bahan baku awal berupa mi mentah, minyak ayam, dan bumbu khas Miyada.

“Pokoknya mitra sudah bisa langsung berjualan,” tandas Saiyo. Meski demikian, mitra harus menyediakan peralatan makan serta membayar sendiri biaya sewa tempat usaha.

Menurut estimasi Saiyo, mitra bisa mengantongi omzet Rp 3 juta per bulan. Dengan laba bersih 40%, modal mitra sudah kembali dalam tiga bulan. “Ada mitra yang BEP dalam satu bulan karena bisa jual 25 - 30 porsi mi ayam per hari,” ucapnya.

Untuk bahan baku mi ayam wajib dibeli dari pusat. Menurutnya, dalam sebulan mitra menghabiskan bahan baku mi sebanyak 50 kg. Bahan baku sebanyak itu dihargai Rp 500.000. Namun, minyak ayam dan bumbu khas Miyada dijual terpisah. Yang jelas, mitra menghabiskan 50% dari omzet untuk membeli bahan baku.

Untuk sementara, Saiyo memprioritaskan calon mitra di Yogyakarta. Namun, tahun depan ia berharap bisa mendapat mitra di luar Yogyakarta.Sumber : Kontan.co.id

Jumat, 11 Oktober 2013

Berkat Roti John, Hafizh Raih Sukses di Usia Muda

Usia yang masih relatif muda tak jadi penghalang Hafizh Suradiharja, pemilik CV Roti John Bali Fresh, terjun di dunia usaha. Meski berulang kali harus menghadapi kepahitan, karena usahanya bangkrut, Hafizh tak patah arang. Mental yang kuat pun mengantarkannya untuk menggapai sukses sebagai pengusaha pada usia 25 tahun.
Hafizh muda memang akrab dengan dunia bisnis. Pada 2006 silam, ketika masih berstatus mahasiswa, pria kelahiran Jakarta ini menjajal peruntungannya dengan membuka sekolah disc jockey (DJ). Ia berani membuka jasa pendidikan peramu musik karena menilai profesi itu sedang naik daun.
Hafizh pun melengkapi fasilitas sekolah DJ itu dengan peralatan yang bagus. Sayang, usaha ini hanya bertahan setahun. Ia menyadari, sekolah DJ miliknya tak punya nilai tambah di tengah menjamurnya sekolah DJ saat itu. Saya tidak punya koneksi. Selain itu, banyak sekolah yang menawarkan biaya murah, ujar dia seperti dilansir Kontan.co.id.
Dari usaha pendidikan, Hafizh beralih menjadi pengusaha kuliner. Mengikuti tren yang sedang berkembang, Hafizh, yang kala itu masih menjadi mahasiswa Universitas Islam Jakarta, membuka kedai sop buah. Kedai ini sempat berkembang hingga memiliki tiga cabang. Lagi-lagi karena tak kuat bersaing, usaha sop buah Hafizh merugi dan bangkrut.
Tak putus asa, pria yang lahir di Jakarta, 29 Januari 1988, ini kembali menjajal usaha yang baru pada tahun 2008. Tapi, kali ini ia tak sendiri. Hafizh menjalin kerja sama dengan pengusaha asal Singapura untuk membuka biro perjalanan PT Apex Indonusa Prima. Saya menyetor sekitar 30 persen dari total modal, ujar dia. Hafizh mengaku, ia memperoleh dana untuk modal usaha itu dari pinjaman bank atas nama orang tuanya.
Setelah berjalan enam bulan, perjalanan bisnis kongsian itu tidak mulus. Perbedaan usia yang terlampau jauh membuat visi kedua partner bisnis tak sejalan lagi. Partner saya yang jauh lebih tua memiliki pola pikir yang sangat hati-hati, berbeda dengan saya yang terlampau bersemangat saat itu, kenang Hafizh. Ia pun menarik lagi modal yang telah ditanamkan.
Namun kongsi itu tidak sia-sia. Sang partner yang berasal Negeri Singa diakui Hafizh mendatangkan inspirasi membuka gerai roti john. Partner dari Singapura itu selalu membawakan roti john ketika dia pulang, kata Hafizh. Di sana, roti john sering disantap sebagai pengganti sarapan pagi.
Namun, di bisnis keempatnya ini Hafizh tak gegabah. Ketika usaha ketiga tak berjalan mulus, ia melakukan beberapa evaluasi atas kiprahnya. Saya menyadari, selalu berada di zona merah yang sudah banyak pelakunya, ujarnya. Dari situ, ia mendapat pencerahan, jika ingin memulai usaha lagi, harus menciptakan ide baru.
Lantas, ketika ia melihat belum ada orang yang berbisnis roti john di Indonesia, Hafizh pun segera menggarap bidang baru ini. Apalagi, dia melihat ada bisnis bakeri di sekitar rumahnya yang mampu bertahan lama. Pada 2009, pria lajang ini kembali mengajukan pinjaman bank, sebesar Rp 30 juta untuk  memesan roti ke pabrik, sekaligus merenovasi sebuah kafe.
Hafizh mendapatkan resep roti john ini dari temannya. Ia pun tak mengubah baik bentuk, tekstur dan rasa untuk mempertahan keasliannya. Tekstur roti ini keras dengan satu pilihan rasa yakni telur dan bawang, ujar dia.
Pada bulan pertama, pembeli banyak berdatangan. Namun, menginjak bulan kedua, ketiga, pengunjung justru semakin sepi. Tak mau pengalaman bangkrutnya berulang, Hafizh segera mencari cari tahu kesalahan bisnis barunya.
Ia pun menemukan banyak kekeliruan, seperti penetapan harga Rp 12.000 yang kurang ramah di kantong. Tekstur roti yang terlalu keras sampai tidak adanya varian rasa.
Sejak itu, Hafizh berpikir mencari jalan keluar. Saya harus bikin roti yang sesuai dengan lidah orang Indonesia, enak, murah, dan bikin kenyang, jelasnya. Ia pun mencari chef dari hotel berbintang untuk membuat roti yang sesuai dengan hasil evaluasinya.
Usaha terakhir ini pun sukses. Dengan 12 varian rasa, pembeli kembali menyesaki gerai roti john. Dengan modal tambahan, Hafizh juga mengembangkan konsep both untuk memperluas pemasaran. Kini, sudah ada 50 gerai roti john.
Hafizh pun mampu tersenyum lebar dan mencecap manisnya berbisnis. Bisnis keempatnya ini sudah menyerap 35 tenaga kerja yang memproduksi sekitar 500 hingga 1.000 roti per hari. Dalam sebulan, finalis wirausaha Mandiri 2011 ini menangguk omzet hingga ratusan juta rupiah.
Tak puas setelah menuai sukses di usaha roti john, Hafizh juga sedang mematangkan usaha yang tak jauh berbeda, yaitu minuman. Kami akan membuat minuman khusus kopi, ujar dia.
Pengalaman mengembangkan usaha roti john diterapkan Hafizh saat merancang bisnis terbarunya. Ia merangkul peramu kopi yang berpengalaman untuk merancang aneka menu kopi spesial di kedainya nanti. (as)

Selasa, 08 Oktober 2013

Musa Angkat Pamor Bisnis Kue Hingga ke Mancanegara

Siapa bilang, camilan kue kering seperti  nastar dan putri salju hanya digemari di dalam negeri? Buktinya, Musa Jahja bisa menghantarkan kue-kue kering tersebut hingga ke pasar luar negeri, seperti Singapura. Dengan mengusung merek Puspa, pebisnis asal Jakarta ini mampu menjual ratusan ribu toples kue kering saban tahun.
Bisnis kue kering 'Puspa' sukses karena memiliki sejumlah keunggulan. Salah satunya, brand ini menyediakan lebih dari 100 jenis kue kering yang bisa dipilih pelanggan. Selain itu, dari sisi kualitas, Musa menyiapkan empat level kualitas, yakni kualitas ekonomis, reguler, spesial dan istimewa. Hal ini menyebabkan produknya bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat, dari kelas atas hingga menengah bawah.
Saat ini, dikutip dari www.kontan.co.id, Musa sudah punya lebih dari 50 reseller yang tersebar baik di Jabodetabek, Sumatera, Kalimantan hingga Papua. Adapun, untuk Singapura, Musa rutin mengirimkan sekitar 800 hingga 1.400 toples per bulan.
Menurutnya, permintaan dari Singapura meningkat saat Imlek. "Saya bisa kirim 10.000 toples sebulan," tutur pria kelahiran 50 tahun silam ini. Di Singapura, kue kering Puspa dijual di lima outlet, seperti di Orchard Road dan Bandara Changi.
Sementara penjualan di dalam negeri biasanya melonjak saat momen hari raya seperti Lebaran, Natal dan Tahun Baru. Musa bilang, biasanya, empat bulan sebelum Lebaran, permintaan melonjak. Ia bisa memproduksi hingga 2.000 toples kue kering per hari atau sekitar 60.000 toples kue kering sebulan. Pada hari normal, produksinya hanya ratusan toples sehari.
Jika tengah kebanjiran pesanan seperti ini, Musa akan merekrut tenaga kerja tambahan. Ia bisa melipatkan hingga 75 pekerja. Sedangkan, pada hari normal hanya mempekerjakan 25 tenaga kerja tetap.
Selain memenuhi pesanan eceran dari masyarakat, produk tersebut dipasok ke toko modern atau hipermarket. Memang, sejak 2009, lulusan Universitas Tarumanegara ini telah digaet Carrefour untuk menjadi pemasok kue kering di hipermarket tersebut.
Sebelumnya, Musa juga pernah bekerja sama dengan peritel lainnya. Bisa dibilang, sepanjang perjalanan bisnisnya selama 29 tahun, ia selalu bekerja sama dengan perusahaan ritel di dalam negeri. Misalnya, sejak mengawali bisnis pada 1984, ia diminta oleh Group Matahari untuk memasok kue kering pada stand Super Bazar di sana.
Begitupula, pada tahun 2000-an, ia juga diminta menyuplai produk kue kering ke gerai-gerai Indomart. "Tetapi sekarang saya sudah tidak lagi menyuplai produk ke kedua ritel itu," ucap Musa.
Lantaran pasarnya sudah merambah berbagai wilayah tanah air dan luar negeri, tak heran, Musa bisa meraup omzet Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar setahun. Sukses menggeluti bisnis kue kering, Musa mulai melebarkan sayap bisnis.
Ia merintis usaha pembuatan kue basah sejak tahun lalu. Kini, ia telah memproduksi bolu gulung, kue lapis surabaya, dan brownies. Tak hanya itu, sejak dua tahun terakhir, ia juga mulai merambah bisnis restoran seafood dan chinese food di kawasan Pecenongan. Selain memang tertarik dengan usaha kuliner, dua usaha itu juga bisa menunjang bisnis kue keringnya.
Makanya, begitu resmi meneruskan usaha ibunya di tahun 1984, Musa mulai mempertimbangkan untuk memproduksi kue dengan harga terjangkau. Kendati demikian, ia tak ingin mengorbankan kualitas, sehingga produk kuenya tetap bisa  bersaing di pasaran.
Berangkat dari keinginan itu, akhirnya ia membagi empat klasifikasi kue produksinya, yakni kelas ekonomis, reguler, spesial dan istimewa.
"Saya tidak mengurangi mutu, tetapi saya membuat dengan komposisi yang berbeda sehingga harga lebih murah," terang Musa.
Dengan empat pilihan itu, konsumen bisa menentukan sendiri kualitas kue yang diinginkan. Saat ini, harga kue Puspa dibanderol mulai harga Rp 25.000 hingga Rp 100.000 per toples dengan bobot 400 gram.
Toples Rp 25.000 merupakan kelas ekonomis yang dijual khusus ke perusahaan ritel atau reseller. Sementara untuk konsumen langsung, harga kue Puspa kelas ekonomis dibanderol Rp 40.000 per toples. Selanjutnya ada kelas reguler yang dihargai Rp 60.000 per toples, kelas spesial Rp 75.000 dan kelas istimewa Rp 100.000  per toples.
Klasifikasi kue juga menentukan lamanya kue bisa disimpan. Kue kualitas spesial hanya bisa bertahan sekitar tiga bulan. "Karena kandungan bahan-bahan yang tidak tahan lama, seperti susu, telur dan butter di kue spesial ini cukup  tinggi," ujar Musa.
Sementara, kue kelas istimewa bisa bertahan hingga enam bulan. Kedua kue ini cocok untuk dikonsumsi langsung atau dijadikan hadiah bagi kerabat dekat atau rekanan.
Pada awal mengembangkan konsep ini, Musa kerap menemukan berbagai kendala dan hambatan.Salah satunya pernah ia ditipu seorang pelanggan. Kala itu, pelanggan memesan kue hingga 1.000 toples.
Pelanggan itu meminta kue pesanannya dikirim dan akan dibayar di tempat. "Sampai di sana, barang diambil, anak buah kami disuruh tunggu, ternyata mereka kabur," ujar Musa.
Musa mengaku, menderita kerugian cukup besar dari peristiwa itu. Makanya sejak itu, ia tak pernah lagi menerima pesanan yang tidak membayar di muka. (bn)

Jumat, 04 Oktober 2013

Berkat Ganti Konsep, Kini Omzet Bisnis Kuliner Rezza Capai Rp1,2 Miliar

Mom's Bakery & Cafe hadir di tengah masyarakat dengan berbagai jenis produk yang ditawarkan. Produk yang dimaksud meliputi aneka olehan roti dengan berbagai rasa, aneka makanan berat seperti pasta, nasi lada hitam, nasi ayam teriyaki juga nasi goreng.
Sedangkan aneka makanan ringan, Mom's Bakery & Cafe menyediakan seperti pancake, waffle, pempek disko serta sosis jumbo. Tersedia juga minuman pans maupun dingin yang telah diolah dengan baik.
Muhammad Rezza Hakiki, Direktur Mom's Bakery & Cafe alias si empunya Mom's Bakery & Cafe ini bercerita, dia memulai usaha ini pada tahun 2004. Saat itu, dia menjual beragam roti di depan rumah menggunakan etalase kecil. Selama empat tahun menjalani bisnis tersebut, pada 2008 kata Rezza, dirinya mulai menuai kemajuan dengan merubah bentuk usahanya menjadi cafe, dan sekarang bernama Mom's Bakery & Cafe.
"Karena kerja keras, pelan-pelan dari stay di rumah pas di pinggir jalan posisinya, dekat kampus juga. Di sana juga toko roti masih sedikit. Tahun 2004 lahirnya, dari etalase kecil, berubah menjadi 2008, outletnya sekarang dua, di Banjarmasin dua-duanya," ucap Rezza seperti dilansir Okezone.
Mengenai omzet, Rezza menyatakan saat bisnis usahanya masih menggunakan etalase kecil yang bertempatkan di teras rumahnya, dirinya meraup omzet Rp2 juta per bulan. Akan tetapi, capaian yang cukup membuat hati tercengang, saat bisnis usahanya berubah konsep menjadi cafetaria, saat itu juga Rezza dapat meraup omzet Rp90 juta per bulan, atau Rp1,2 miliar per tahunnya.
Mengenai laba, kata Rezza, dirinya mengakui meraup laba sekitar 50 persen-60 persen dari total omzet yang didapatkan dari bisnis usaha waralabanya tersebut.
"Pertama kali bisnis yang di depan rumah omzetnya Rp2 juta sebulan, kalau yang cafe sekarang udah Rp90 juta, sehari Rp3 juta. Minimal banget Rp2,5 juta, satu cabang segitu, Satu tahun Rp1,2 miliar. Labanya 50 persen-60 persen dari omzet," tambahnya.
Saat ini, lanjut Reza, Mom's Bakery & Cafe sudah dapat di waralabakan atau di Franchise. Para investor yang tertarik cukup dengan Rp250 juta, sudah dapat melakoni bisnis cafetaria Mom's Bakery & Cafe.
Kontrak franchise ini juga terbilang relatif lama, karena diberikan jangka waktu hingga lima tahun, sedangkan untuk membalikkan modal, Rezza memberikan waktu kepada investor atau calon mitranya itu selama satu tahun lima bulan untuk membalikkan modal.
"Kita franchise Rp250 juta include bakery equitment, mesin es krim, masalah roti kita ajarin, juga suplai bahan baku, kalau di kota itu tidak ada," ungkapnya.
Selain itu, Rezza menuturkan, dalam bisnis waralaba Mom's Bakery & Cafe, dirinya akan mengenakan royalti terhadap para mitranya sebesar 10 persen, asalkan mitra yang telah mewaralabakan Mom's Bakery & Cafe sudah balik modal.
"Kita minta royalti setelah franchise itu balik modal, sebulannya 10 persen. Target satu tahun lima bulan. Kalau tidak tercapai kita tunggu sampai kapan sesuai kontrak lima tahun, karena jika tidak dibina, mitra rusak nama kita juga rusak," sambungnya.
Sebelumnya, Rezza mengungkapkan sejak awal buka bisnis cafetaria yang lebih bertujuan untuk hang out dengan mengutamakan kenyamanan bagi pengunjungnya ini, mengakui pernah ditawari banyak investor untuk membuat cafe seperti saat ini. Namun, Rezza menolak lantaran Rezza masih menyadari mengenai sistem bisnisnya masih belum kokoh seperti saat ini.
"Pernah ada tapi kita belum siap, belum siap sistemnya, takutnya kontrolingnya gak teratur, autopilotnya belum siap, karena mereka tidak ribet, Kalau sekarang autopilotnya kita rekrut pegawai, buka lapangan pekerjaan juga," terangnya.
Tidak hanya itu, mengenai rata-rata harga makanan dan minuman di Mom's Bakery & Cafe juga terbilang relatif murah, pasalnya Rezza mengakui hanya membandrol harga makanan sampai minuman rata-rata di bawah Rp20 ribu. Cafe ini baru berjumlah dua, yang letaknya di Banjarmasin seluruhnya.
"Harga produknya di Banjarmasin di bawah Rp20 ribu, kalau di luar Banjarmasin bisa lebih mahal bisa lebih murah, untuk luar kota bisa 20 persen lebih mahal, sama lebih murah juga turun 20 persen," imbuhnya.
Mengenai sasaran pembeli, Rezza mengungkapkan tetap berfokus kepada para mahasiswa-mahasiswa angkatan baru maupun angkatan lama, para pekerja dan juga anak sekolah.
"Target pembeli anak kuliah, karena tiap tahun berganti, cafe kita kan deket kampus, karyawan untuk sekadar nongkrong, nikmatin fasilitas cafe ini, wifi-an untuk update status," tukas Rezza. (as)

Selasa, 01 Oktober 2013

Alim Suteja, Sukses Berbisnis Roti Setelah Berhenti Jadi Karyawan



Tak akan pernah ada kesuksesan tanpa ketekunan. Hal ini yang melandasi seorang pengusaha bakery bernama Alim Suteja. Bersama dengan istrinya, Nanik Sumiyati, mereka membangun sebuah usaha bernama Virgin Cake & Bakery yang sangat terkenal di Semarang. Sebuah contoh keberhasilan yang datang berkat kerja keras, ketekunan dan konsisten pada sebuah usaha yang dilakukan selama puluhan tahun.
Semua berawal dari kegemaran Ninik membuat kue dan roti yang mana ditahun 1999, ia memutuskan untuk mendirikan sebuah toko roti kecil-kecilan dengan memanfaatkan garasi rumah yang ia sewa sebesar 25 juta rupiah sebagai tempat usaha. Ninik pun lantas tidak hanya menjual roti dalam satuan saja, ia menawarkan kepada tetangga dan kerabatnya yang ingin memesan roti dalam jumlah yang banyak kepadanya. Tak disangka, bisnis kecil-kecilannya itu berhasil menarik minat masyarakat yang berada di dekat tokonya berdatangan untuk membeli kue buatan Ninik.
Perkembangan bisnis bakery yang cukup pesat tersebut ternyata membuat suaminya, Alim memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai pemasok bahan bangunan. Pria berkacamata itu memilih fokus mengembangkan bisnis bakery setelah melihat prospek berkembang usaha tersebut sangat baik. Ia juga beropini jika cash flow (perputaran uang) di usaha bakery lebih cepat ketimbang bisnis bahan bangunan yang notabene jangka waktu pembayarannya lebih lama.
virgin-cakeDitahun 2003, usaha virgin cake & bakery semakin dikenal luas oleh masyarakat luas. Alim tampaknya tidak menemui kesulitan berarti dalam memasarkan produknya karena ia sendiri berlatarbelakang sebagai seorang pengusaha. Selain kemapanan seorang Alim dalam mengembangkan usaha, ia juga pandai berinovasi. Gerai Virgin cake dan bakery ia buat dengan berkonsep swalayan, yang artinya para pengunjung diberi keleluasan memilih kue apa yang mereka inginkan.
Tak puas dengan kesuksesan yang ia raih. Alim dan Ninik membuka 1 gerai lagi yang terletak di Urangan, yang merupakan ibu kota kabupaten Semarang. Tak main-main, gerai barunya itu memiliki luas 1,1 hektare. Dalam waktu dekat juga mereka kembali akan membuka 1 gerai lagi di Semarang. Mereka juga kini memiliki lebih dari 200 karyawan tetap. Bayangkan saja, jika dengan dua gerai saja mereka bisa meraup omset hingga milyaran rupiah per bulannya, bagaimana dengan penambahan 1 gerai lagi? (bn/wartawirausaha)

Minggu, 24 Maret 2013

Bisnis Roti dengan Modal Rp 100.000

TOKO ROTI, RESEP ROTI, BISNIS ROTI, USAHA ROTI, MESIN BAKERY, MESIN ROTI
FIKRI-TEKNIK.com - Semenjak dulu, Ambar Murtilina (38) memang bercita-cita menjadi pengusaha sukses. Tetapi semua itu baru terwujud setelah ia lulus kuliah dan bekerja di perusahaan swasta. Lina menimba ilmu di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 4 dengan Jurusan Tata Boga di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Setelah lulus sekolah, Lina -begitu perempuan ini disapa- melanjutkan ke Akademi Perhotelan di Universitas Sahid, Jakarta. Berbeda dengan teman-temannya, Lina tergolong mahasiswa yang tak betah berdiam diri. Waktu senggang kuliah ia pakai untuk bekerja di salah satu pasar swalayan sebagai tenaga marketing. Keluwesan dan ketekunan inilah yang membuat Lina cepat mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah.

Ia bekerja di perusahaan bakery ternama yang memproduksi donat. Namun begitu, ia merasa tidak betah. Pasalnya, perusahaan tersebut menempatkan Lina pada posisi marketing. “Padahal saya lebih suka di bagian produksi donat,” jelasnya.

Setahun kemudian Lina pun mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia bertekad untuk memulai bisnis. “Yang terpikir saat itu hanyalah bisnis warung nasi,” jelasnya. Tanpa pikir panjang, Lina pun membuat warung nasi tak jauh dari rumahnya. Namun sayang, bisnis ini hanya bertahan enam bulan. Warung nasinya tutup dan ia pun merugi.

Lina tidak menyerah. Pada tahun 2009 ia mendapat kabar mengenai pelatihan cara pembuatan roti di UKMKU asuhan Wulan Ayodya. “Kebetulan saya memang suka dengan roti, dan saya ingin tahu bagaimana cara pembuatannya,” ceritanya.
Dari situlah kemudian Lina berpikir untuk membangun bisnis roti. Menurutnya, roti itu makanan yang disukai oleh semua orang, dari anak kecil sampai orang dewasa. “Tapi, bukan berarti membuat bisnis roti itu mudah. Apalagi saya merupakan pendatang baru yang harus bersaing dengan merek roti lainnya,” jelasnya.

Lina pun membuat pembeda di bisnisnya ini. Ia membuat roti tanpa bahan pengawet dan harga yang murah. “Karena setahu saya saat ini banyak roti yang menggunakan bahan pengawet, dan harganya mahal. Nah, saya ingin beda dari yang lain,” tuturnya.

Bisnis roti Lina resmi berdiri pada 4 Maret 2009 dengan modal Rp 100.000. Uang itu ia belikan untuk terigu dan aneka selai. “Ternyata uang Rp 100.000 itu bisa untuk membuat roti selama seminggu,” jelasnya.
Lina baru tahu ternyata membuat roti tidak memerlukan banyak terigu. Di hari pertama produksi misalnya, ia hanya menghabiskan 1 kg tepung. “Dari 1 kg tepung itu saya bisa membuat 45 buah roti,” ucapnya.

Terus berkembang
Setiap hari, produksi roti Lina semakin bertambah. Dari 1 kg per hari, terus bertambah hingga 10 kg per hari. Roti-roti yang sudah diproduksi ia kirim ke warung-warung terdekat untuk dijual. Di sinilah Lina kerap mendapatkan cobaan. Roti buatannya kerap ditolak. Apalagi ketika mendengar roti tersebut dibuat di rumah. “Hah, roti rumahan? Pasti aneh rasanya,” begitu kata orang-orang pada awal ia menitip jual roti.

Para pemilik warung selama ini juga sudah terbiasa dengan roti buatan pabrik. “Ketika mendengar roti rumahan mereka langsung (menganggapnya) aneh,” jelas Lina. Dari 15 warung yang didatangi olehnya, hanya lima warung yang bersedia dititipi roti. Padahal Lina sudah memberikan contoh roti untuk dicoba secara cuma-cuma. “Namun mereka tetap tidak mau,” katanya.

Lina tak mau putus asa. Ia tetap mencari warung-warung lain yang mau menerima roti buatannya. Dari 20 roti yang dititipkan di satu warung, hanya satu atau dua roti yang laku. Selebihnya si pemilik warung memulangkan roti-roti tersebut. Kondisi ini tak berjalan lama. Lina justru semakin bangkit dan terus memperbaiki kualitas rasa roti tersebut. Hasilnya sangat mengejutkan.
Roti-roti itu habis terjual. Sampai-sampai si pemilik warung meminta Lina untuk mengirimkan kembali roti-roti tersebut. Berhubung banyak permintaan, akhirnya warung-warung yang sempat menolak roti buatan Lina pun berubah pikiran. “Mereka segera menghubungi saya dan minta dikirim roti,” ceritanya sambil tersenyum.

Berhubung permintaan semakin tinggi, Lina pun mulai keteteran. “Setiap hari saya mendapat telepon bertubi-tubi, pesannya hanya satu: mereka minta dikirimi roti segera,” kata perempuan kelahiran Jakarta, 2 Juni 1974 ini.
Mau tidak mau, Lina pun mengganti cara produksi roti tersebut. Ia mulai memproduksi dengan jumlah yang besar. Tak hanya itu, ia juga mengemas roti-roti itu dalam plastik bening agar terjaga kebersihannya. Setiap mengantar roti Lina akan bertanya kepada pemilik warung, apa saja kekurangan pada produknya. “Dari situ saya terus belajar dan belajar untuk menghasilkan roti yang lezat,” jelasnya.

Ia juga membuat inovasi dalam varian rasa roti. Tak hanya roti cokelat, kacang hijau, kelapa, dan stroberi, ia juga membuat roti piza. Roti berbentuk makanan khas Italia ini dibuat mungil. Rencananya ia akan memproduksi massal roti piza setelah Lebaran tahun ini.
“Awalnya coba-coba tapi ternyata peminatnya banyak,” tuturnya sabil tersenyum.
Tak hanya varian rasa yang akan dikembangkan oleh Lina, ia juga menargetkan distributor roti-roti buatannya. “Kalau bisa tahun ini 70 warung yang menjual roti buatan saya. Saya yakin pasti berhasil,” tutupnya.

Kamis, 14 Maret 2013

Brownies Ikan Bandeng Kreasi Mahasiswi Unhalu

Sejumlah mahasiswi yang mengenyam pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Haluoleo (Unhalu), Kendari, Sulawesi Tenggara, pandai memanfaatkan sumber daya alam daerahnya untuk pembuatan brownies. Mereka memakai ikan bandeng (Chanos chanos) sebagai bahan baku brownies.

brownies_ikan_bandengKreasi para mahasiswi Program Studi Budi Daya Perairan ini patut diacungi jempol. Melalui program kreatifitas mahasiswa kewirausahaan (PKMK), mereka ingin memperkenalkan produk olahan ikan bandeng sekaligus menumbuhkan jiwa kewirausahaan rekan sebayanya. Memilih proses pengolahan bahan pangan yang terbilang unik, Yulian Syalfiana Fatuni dan beberapa temannya menyajikan makanan olahan bandeng yang sebelum ini mungkin belum pernah ada di pasaran.

Dalam tahap pembuatan brownies ikan bandeng, putri-putri bangsa ini melakukannya dengan sistematis dan penuh perhitungan agar bisa menghasilkan brownies selezat brownies panggang konvensional yang banyak beredar. Pengujian produk dilakukan melalui 2 tahap, yakni tahap uji laboratorium dan tahap uji kepuasan konsumen.

Pada tahap uji laboratorium, produk tersebut dinyatakan lolos dan layak untuk dikonsumsi karena mengandung protein sebanyak 15,64 persen, karbohidrat 46,86 oersen dan lemak 17,1 persen. Sedangkan untuk uji kepuasan konsumen parameter yang diajukan seperti tampilan, rasa, aroma dan tekstur, semuanya dinyatakan lolos dan layak untuk dipasarkan.

Karena produk terbilang baru, brownies ikan bandeng ini dijual dengan beberapa strategi pemasaran yaitu dijual melalui kantin kampus dan koperasi mahasiswa FPIK, menitipkan brownies ke toko-toko kue di daerah setempat, melakukan penjualan door-to-door, mengikuti sejumlah bazaar serta pameran. Dibanderol seharga Rp5.000 untuk kemasan kecil dan sederhana serta Rp50 ribu untuk kemasan yang lebih besar dan menarik, brownies ini diharapkan bisa menarik minat masyarakat dan meningkatkan daya konsumsi masyarakat akan ikan bandeng yang kaya nutrisi.

Selasa, 05 Februari 2013

Fathurahman, Mendulang Untung dari Bisnis Kuliner Terapung

toko roti, mesin roti, bisnis roti, mesin bakery, alat roti, usaha roti, kuliner, mesin roti bekas, usaha sampingan, bisnis online, bisnis sukses, restoran, hotel, mixer roti, oven roti, oven otomatis, oven lokal,proofer roti,proofer otomatis, steamer, ic board, sparkling, divider rounder, moulder,loyang roti,meja kerja,rak loyang,work table,cold showcase,dough sheeter,dough moulder.
Menikmati santap malam sambil menyusuri Sungai Kapuas menjadi incaran turis asal Malaysia dan Brunei. Inilah yang menjadi ladang bisnis Fathurahman, pemilik kafe Banjar Serasan di Kota Pontianak.

"Bisa dibilang 40 persen tamu kafe ini adalah turis dari Malaysia dan Brunei. Sisanya berasal dari dalam negeri dan beberapa turis asing asal negara lain," ujar Fathurahman.

Diakui Fathur, dia memang menjalin kerjasama hampir dengan semua travel agent yang ada di Pontianak.

Makan sambil berpesiar dengan kapal Banjar Serasan sudah menjadi bagian dari city tour yang dikemas biro perjalanan di Pontianak. Tak hanya disuguhi menu khas seperti ayam api serasan, tumis pukis maupun asam pedas ikan serangin yang bercita rasa khas Melayu dengan beragam bumbu, para tamu juga mendapat suguhan panorama yang eksotik.

Saat sore menjelang petang saat matahari menuju peraduan, panorama sunset terlihat sangat menakjubkan. Semburat warna jingga di langit biru serta kecipak ombak kecil dengan balutan angin sepoi-sepoi menjadi daya tarik bagi tamu. Sedang saat malam menjemput siang pemandangan lampu-lampu di kota membuat suasana romantis di dalam perahu.

Fathurahman memberikan pilihan dua trip bagi para tamunya. Jika siang hari kapal Banjar Serasan akan berangkat dari Serasan menuju Alun Kapuas hingga Tugu Khatulistiwa dan kembali lagi dengan durasi sekitar 1,5 jam. Sedang saat malam dari Serasan sampai Alun Kapus kembali ke Serasan butuh waktu sekitar 40 menit. "Namun jika hujan dan berangin saya tidak izinkan kapal berjalan mengangkut tamu," papar dia.

Dia mematok tarif sebesar Rp 400 ribu sekali trip. Saat ini kapal yang dia miliki bisa menampung 25 orang. Namun dia sudah menyiapkan satu kapal lagi yang mampu menampung 60 orang. Fathur memang membuat sendiri kapal-kapal yang dijadikan kafe. Jika pada kapal yang pertama menggunakan mesin Isuzu Panther. Sedang, pada kapal kedua dia pasang mesin Mitsubhisi PS 120.
 Saat mengawali usaha tahun 2001, Fathur hanya menggunakan keramba terapung dengan tenda-tenda dari sponsor. Para pembeli lesehan di atas keramba. Kafe perahu mulai dirintis 2006. Itu setelah dia membangun kafe permanen di tepi sungai Kapuas tepatnya di dekat dermaga Serasan.

"Masakan tidak dibuat di kapal namun di dapur resto permanen. Jadi setelah menu yang dipesan para tamu disajikan, baru kapal berlayar," ujar Fathur. Pada setiap trip ada dua pelayan, juru kemudi dan seorang ABK. Namun, menurut Fathur, jumlah petugas disesuaikan dengan jumlah tamu terutama untuk memberikan pelayanan yang baik kepada para tamu.

Saat ini kafe yang memberikan layanan berlayar menyusuri Kapuas memang baru yang dikelola Fathur. Untuk itu dia optimistus usahanya masih akan berkembang. "Saya optimis dengan wisata kuliner sambil berlayar ini," ujar Fathur. Hanya saja dia berharap dukungan infrastuktur berupa dermaga dari Pemerintah Kota. Terutama agar turis bisa turun mengunjungi Tugu Khatulistiwa.

Kamis, 17 Januari 2013

Hendra Arifin, Sosok di Balik Kesuksesan Hoka-Hoka Bento

toko roti, mesin roti, bisnis roti, mesin bakery, alat roti, usaha roti, kuliner, mesin roti bekas, usaha sampingan, bisnis online, bisnis sukses, restoran, hotel, mixer roti, oven roti, oven otomatis, oven lokal,proofer roti,proofer otomatis, steamer, ic board, sparkling, divider rounder, moulder,loyang roti,meja kerja,rak loyang,work table,cold showcase,dough sheeter,dough moulder.
Keputusannya untuk meninggalkan kenyamanan setelah 13 tahun bekerja di PT Astra Internasional ditentang oleh banyak keluarga dekatnya. Termasuk rekan-rekannya di Astra juga ikut menyayangkan keputusannya tersebut. Namun ia bergeming.

Ia berani memutuskan untuk memulai merintis bisnis kuliner di tahun 1985. Dan sekarang setelah melewati perjalanan panjang, Hendra Arifin berhasil mengepakan sayap dengan merek dagang Hoka-Hoka Bento. Ya, kini pria sekaligus Direktur Utama PT Eka Bogainti itu memiliki 148 gerai Japanese fast food restaurant, Hoka Hoka Bento.

Awalnya, Hoka Hoka Bento merupakan bisnis makanan dengan konsep take away yang kemudian diubah menjadi cepat saji (fast food), model bisnis yang mengadopsi tren cara menikmati makanan dengan lebih praktis dan higienis ala Jepang.

Dari sebuah gerai mungil di Wilayah Kebon Kacang Raya, Jakarta, Hendra mulai membangun bisnis resto Hoka Hoka Bento. Untuk mengembangkan bisnis yang digelutinya, dia pun menyambangi negeri Sakura untuk mempelajari dan membeli izin penggunaan merek dan technical assistance Hoka Hoka Bento di Indonesia.

Alur perjalanan hidup pria berdarah Betawi ini, memang seperti air yang mengalir. “Semua tidak ada yang kebetulan, semua karena rancangan Tuhan,” ungkapnya. Hendra akrab disapa memandang bila riak adalah romantisme dan dinamika hidup. “Yang harus dilakukan adalah menghadapinya dengan keikhlasan, kejujuran dan mau memberi maaf,” tuturnya memaknai sukses yang telah diraih.

Sikap ikhlas dan fokus dalam bekerja guna mewujudkan tujuan hidup memang telah dilakukannya. Dalam menjalankan bisnis, kata Hendra, persoalan dan kendala adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi. “Kita harus ikhlas dan berusaha untuk bangkit kembali,” ujarnya memberi kiat menjalani sebuah proses yang telah direncanakan oleh Tuhan.

Dia menilai bahwa sebuah kegagalan merupakan pelajaran yang berharga. “Kita petik pelajaran dari kegagalan, lalu kembali bangkit untuk tidak mengulang kesalahan yang sama,” ujarnya. Sikap ini akan memperkuat diri kita untuk melangkah ke level yang lebih tinggi dengan tetap fokus bekerja dengan sikap tulus dalam menjalaninya.

Menurut dia, sikap fokus pada bidang pekerjaan yang digeluti menjadi salah satu kunci keberhasilan yang maksimal. Ia mencontohkan, banyak orang di tengah bisnis yang dilakukannya kemudian justru menggeluti bidang usaha yang lain, “Langkah ini jelas akan memecah fokus pada pekerjaan dan menimbulkan banyak persoalan,” katanya.

Selain keikhlasan dan fokus bekerja, nilai hidup yang patut dimiliki seorang entrepreneur adalah kejujuran. Hendra menjelaskan bahwa kejujuran menjadi modal yang penting dalam menjalani hidup termasuk dalam membangun bisnisnya. “Sikap shiddiq (tepercaya) sangat penting. Tanpa sikap shiddiq, lalu bagaimana kita memperoleh amanah?,” ujarnya.

Begitu pun dengan sikap pemaaf, Hendra menilai tak sedikit orang yang sulit memaafkan sebuah kesalahan meskipun telah berlalu. “Butuh sebuah keberanian dan kebesaran hati untuk meminta dan menerima maaf,” ujarnya.

Dia menilai dengan memiliki sikap pemaaf, kita akan lebih bersih dan jernih dalam berpikir. “Pikiran negatif hanya akan mengusik konsentrasi kita untuk bergerak maju. Ini jelas sangat tidak menguntungkan,” ujarnya. Karena itu cobalah untuk melupakan dan tetap melangkah ke depan. “Seperti ungkapan merunduk tapi tidak patah,” ujarnya berprinsip.

Jumat, 11 Januari 2013

Donny Pramono, Sosok di Balik Kesuksesan Sour Sally

alat pengembang roti, alat roti, bisnis online, bisnis roti, bisnis sukses, cold showcase, divider rounder, dough moulder., dough sheeter, hotel, ic board, kuliner, loyang roti, meja kerja, mesin bakery, mesin roti, mesin roti bekas, mesin roti murah., mixer murah, mixer roti, moulder, oven lokal, oven murah, oven otomatis, oven roti, proofer hemat daya, proofer murah, proofer otomatis, proofer room., proofer roti, rak loyang, restoran, rotary oven, sparkling, steamer, steamer donuts, toko roti, usaha roti, usaha sampingan, usaha rumah tangga,work table
Yoghurt adalah jenis makanan yang populer di kota-kota besar. Makanan yang berasal dari susu fermentasi ini begitu menjamur di mana-mana. Tak pelak banyak orang melirik bisnis yoghurt yang menawarkan kesegaran rasa.

Adalah Donny Pramono yang sukses membesut bisnis yoghurt di bawah bendera Sour Sally. Ia berhasil mengembangkan yoghurt dalam bentuk beku sebagai hasil kreasi dari susu, yoghurt dan es krim formulasi. Sour Sally pun akhirnya bisa menular hingga Singapura.

Awalnya Donny membesut bisnis yoghurt dari ide ibunya sendiri, Elien Limuwa. Sang ibu ternyata suka makan yoghurt. Bahkan ibunya pun menyarankan untuk menjualnya dalam bentuk es krim. Berangkat dari situlah maka Donny memberanikan diri memulai bisnis es krim yoghurt tersebut.

Bermodal sebesar Rp 200 juta ia mendirikan outlet pertama di Senayan City, Jakarta. Perlahan yoghurtnya pun bisa diterima oleh masyarakat dengan berbagai topping dan citarasa yang menarik di dalamnya. Dari satu outlet kemudian berkembang menjadi 28 outlet di seluruh Indonesia termasuk Singapura.

Sebagai pelopor bisnis es krim yoghurt, Donny jelas tidak terbendung. Sebab branding yang dibuat Donny cukup berhasil. Jadi apabila konsumen ingin es krim yoghurt maka pastilah ia akan teringat Sour Sally.

Apa sebenarnya di balik kesuksesan terrsebut? Donny mengakui ia sangat memperhatikan branding. Ia pun menciptakan karakter Sally sebagai gadis periang dengan kepang dua, dress mini dan berwarna hitam. Karakter Sally yang ceria, cerewet, lucu, cerdas, ramah, loveable, kekanak-kanakan dan unik itu akhirnya diterima secara luas oleh konsumen

Anak pasangan Suwitno Pramono dan Elien Limuwa mengaku sejak kuliah sudah mengenal yoghurt. Bahkan saat dia kuliah di Los Angeles, dirinya terobsesi membangun gerai froyo alias es krim yoghurt karena melihat gerai tersebut sangat ramai di Amerika.

Dari sanalah ia bertekad untuk membangun bisnis yoghurt. Kini Donny tinggal memetik buah kesuksesannya. Sebagai usahawan sukses, penggemar futsal ini sedikit berbagi tips berwirausaha. Kuncinya tiga: ide, believe (percaya), dan passion (semangat). Tapi yang jelas dukungan orang tua sangat memegang peran penting bagi keberhasilan bisnis tersebut.

Selasa, 08 Januari 2013

Mengintip Kesuksesan Getuk Goreng H Tohirin

toko roti, mesin roti, bisnis roti, mesin bakery, alat roti, usaha roti, kuliner, mesin roti bekas, usaha sampingan, bisnis online, bisnis sukses, restoran, hotel, mixer roti, oven roti, oven otomatis, oven lokal,proofer roti,proofer otomatis, steamer, ic board, sparkling, divider rounder, moulder,loyang roti,meja kerja,rak loyang,work table,cold showcase,dough sheeter,dough moulder.
Getuk makanan olahan dari ketela itu memang memiliki cita rasa yang khas. Sebagai kudapan yang biasa disajikan bersama teh atau kopi itu juga sering menjadi oleh-oleh di kala habis bepergian ke luar kota terutama di daerah Jawa Tengah.

Tapi siapa sangka jika getuk yang merupakan makanan sederhana itu bisa menjadi bisnis warisan Keluarga H Tohirin bahkan sampai 10 dasawarsa terakhir ini? Yap itulah kenyataan yang terjadi pada bisnis getuk goreng asli H Tohirin yang berada di Sokaraja, Purwokerto, Jawa Tengah.

Toko yang menjual getuk itu sudah dimulai pada 1918 silam. Praktis usia bisnis getuk itu sudah mencapai 94 tahun atau hampir mencapai 100 tahun. Bagaimana sih awal mulanya?

Begini ceritanya. Dulu pencipta getuk goreng ini adalah Mbah Sarpingad yang sudah almarhum. Ia bersama istrinya Sayem, adalah pedagang warung nasi biasa berdinding anyaman bambu. Nah selain menjual nasi dan lauk pauk, ia juga menjual penganan khas Jawa yaitu getuk basah.

Sayangnya getuk singkong itu tawar jadi tidak terlalu laku. Suatu ketika Mbah Sarpingad ini berpikir keras, bagaimana caranya agar getuk itu masih bisa diolah daripada dibuang begitu saja. Ia pun memiliki ide untuk menggoreng saja getuk tersebut dengan menambahkan gula kelapa.

Hasilnya? Luar biasa enak. Rasanya pas dengan lidah konsumen yang biasa datang ke warung nasi Mbah Sarpingad tersebut. Darisitulah mulai promosi secara getuk tular dan membuat makanan olahan getuk goreng itu lantas terkenal ke pelanggan lainnnya. Mbah Sarpingad pun menamakannya dengan nama Getuk Kamal. Alasannya karena getuk goreng itu dijual di bawah pohon kamal atau asem.

Nah, usaha getuk goreng ini pun  terus berlanjut ke menantu laki-lakinya Tohirin setelah simbah meninggal dunia. Di tangan Tohirin inilah getuk goreng dipoles dengan lebih cantik di tahun 1967. Ia pun memutuskan untuk berbisnis getuk saja dan mulai meninggalkan bisnis warung nasi.

Pilihan itu pun tepat. Buktinya getuk gorengnya pun semakin terkenal. Bahkan mulai menjadi oleh-oleh setiap pelancong saat berkunjung ke Purwokerto. Perlahan warung getuk goreng yang sederhana itu berubah menjadi bangunan permanen layaknya tempat menjual jajanan oleh-oleh khas Purwokerto. Tohirin pun akhirnya naik haji.

Usaha Tohirin dalam memajukan getuk goreng patut diacungi jempol. Tak hanya mempatenkan cita rasa getuk goreng khas miliknya itu, ia bahkan menambahkan kata "Asli" di depan nama getung goreng tersebut. Sebab ia sadar bahwa saingan pun mulai banyak bermunculan di wilayah Sokaraja. Dengan menambahkan kata tersebut maka getuk gorengnya bisa bersaing secara sehat.

Pada 1990-an, Tohirin menyerahkan tongkat estafet pengelolaan usaha getuk goreng kepada ketiga anaknya: Hj. Ning Waryati, Slamet Lukito dan Hj. Warsuti. Di tangan ketiga anaknya inilah, bisnis getuk goreng tumbuh makin pesat. Pada masa ketiga anaknya inilah getuk goreng ini dipatenkan dengan nama Getuk Goreng Asli H. Tohirin. “Sejak 1997 kami sudah memiliki paten,” ujar Ning Waryati, anak sulung Tohirin yang kini berusia 55 tahun.

Di masa kepemimpinan Tohirin, jumlah toko hanya tiga. Adapun di bawah pengelolaan anak-anaknya hingga pertengahan 2010, jumlah gerai getuk goreng Asli H. Tohirin mencapai 10. Sembilan di Sokaraja dan yang satu lagi di Buntu, Banyumas. Tidak tertutup kemungkinan gerainya akan terus berkembang. “Kami membuka outlet berdasarkan kebutuhan pasar,” ujar Slamet Lukito, anak kedua H. Tohirin.

Menurut Isnaini Nurkhumayah, putri kedua Ning Waryati sekaligus pemilik toko Asli I, untuk sukses dalam usaha ini ia dan keluarganya sangat menjaga kualitas produk. Untuk meningkatkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan, proses produksi getuk goreng yang dilakukan secara tradisional bisa mereka saksikan.

Proses produksi itu dilakukan di ruangan khusus di bagian belakang toko. Di tempat inilah, setiap hari puluhan karyawan — semua laki-laki — sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang mengukus singkong, ada yang menumbuk di lumpang dengan alu-alu yang panjang, dan ada juga yang menggoreng. Begitu getuk jadi, langsung dibawa ke toko depan untuk dijual langsung ke konsumen. “Pekerjaan di sini butuh tenaga yang kuat, jadi pada umumnya dikerjakan lelaki,” ujar Isnaini.

Satu hal yang menarik, meski permintaan pasar cukup tinggi, pemilik Toko Tohirin tetap mempertahankan proses produksi yang tradisional. Contohnya, untuk mengukus mereka masih menggunakan dandang dan tungku berbahan bakar kayu. Lalu, untuk membuat adonan getuk mereka masih menggunakan cara ditumbuk.

Kemasan pun juga terkesan tradisional menggunakan besek yang ukurannya disesuaikan dengan berat getuk gorengnya. Di dalam ruangan memang ada alat penggiling bertenaga diesel, tetapi hanya digunakan untuk memecah ketela — tidak sampai melembutkan. “Mesin penggiling ini pun hanya digunakan bila permintaan banyak, sehari sampai lima kuintal lebih,” kata Isnaini.

Proses produksi getuk goreng yang dijalankan keluarga ini sebenarnya sederhana. Ketela yang sudah dikupas dikukus sampai matang, lalu ditumbuk. Setelah halus baru dicampur dengan gula kelapa asli. Maklum, di pasaran banyak beredar gula kelapa tak lagi asli karena dicampur dengan bahan lain untuk menambah berat. S

Sebelum dicampur dengan adonan getuk, gula harus direbus untuk menjadikannya seperti pasta. Nah, untuk merebus gula ada takarannya juga. Untuk 20 kg gula hanya digunakan satu gelas air. “Gulanya kami datangkan dari produsennya langsung dan kami sudah terikat perjanjian,” ujar Isnaini lagi.

Sabtu, 05 Januari 2013

Asmui, Dari Jualan Pulsa Hingga Javapucino

toko roti, mesin roti, bisnis roti, mesin bakery, alat roti, usaha roti, kuliner, mesin roti bekas, usaha sampingan, bisnis online, bisnis sukses, restoran, hotel, mixer roti, oven roti, oven otomatis, oven lokal,proofer roti,proofer otomatis, steamer, ic board, sparkling, divider rounder, moulder,loyang roti,meja kerja,rak loyang,work table,cold showcase,dough sheeter,dough moulder.Bagi yang hobi 'nongkrong'' sekedar ngopi, tentu sudah mengenal kedai atau café Javapuccino. Keberadaannya, banyak ditemui di pusat-pusat perbelanjaan di kota besar Indonesia.

Namun kebesaran Javapucino tidak datang begitu saja. Sang pemilik Muhhamad Asmui harus banting tulang sebelum mencapai sukses seperti sekarang.

Sebelum menjadi pengusaha muda sukses yang mengelola lebih dari 350 mitra melalui Javapuccino, Asmuipernah menjadi guru privat sambil berjualan pulsa serta kerupuk.

Selain dua usaha sampingan itu, Asmui coba masuk ke bisnis kuliner. Sayang usaha kuliner pertamanya itu pun hanya bertahan tiga bulan. Tapi dia tak berputus asa.

Asmui kecil terbiasa berjualan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Maklum, ia hanyalah seorang anak petani yang hanya mampu memberinya makan dan sekolah. Sejak berusia sembilan tahun, Asmui sudah membuat batu bata yang dia jual ke tukang bangunan di Salatiga, Jawa Tengah untuk membantu kehidupan orang tuanya.

Meski termasuk anak yang beruntung karena dapat mencicip bangku pendidikan hingga kuliah berkat bantuan orang tua asuh, Asmui terus berpikir memiliki usaha sendiri.

“Niat itu muncul ketika saya tengah kuliah di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) di Salatiga,” kenang Asmi, panggilan karib Asmui.

Asmi juga tergolong pria dengan karakter yang berpikir jauh ke depan. Dalam hatinya berpikir, kehidupannya tidak akan maju jika hanya mengandalkan upah mengajar. Makanya, ia tertarik mempelajari ilmu ekonomi dan bisnis. “Harapan suatu saat menjadi seorang pebisnis,” ujarnya.

Meski kuliahnya masih di tengah jalan, Asmi memutuskan hijrah ke Jakarta demi mengejar ilmu ekonomi di UIN pada tahun 2005. Langkah ini sempat ditentang orang tuanya lantaran khawatir soal biaya hidup yang tinggi di Jakarta.

Meski demikian Asmi tetap nekat pindah ke Ibu Kota dan menghidupi dirinya sendiri. Sembari kuliah, ia berjualan pulsa dan memberikan les ke siswa sekolah di kawasan Bintaro, Pondok Indah, dan Ciputat.

Asmi bertekad tak hanya memperoleh gelar sarjana tapi juga sukses membangun usaha. Maka, di tahun 2006, Asmi berjualan kerupuk ke warung makan.

Agar banyak warung makan mau menjual kerupuk bikinannya, ia terlebih dulu makan di warung-warung tersebut sepulang mengajar. “Saya makan dulu, baru menawarkan kerupuk,” ujar pemuda yang baru lulus UIN tahun 2010 ini.

Strategi itu terbilang ampuh. Setiap dua hari sekali, ia memasok kerupuk ke 100 warung yang beroperasi di sepanjang jalan Ciputat hingga Blok M. Uang yang dia dapat dari hasil mengajar dan berjualan kerupuk menjadi modal mendirikan usaha lain di bidang kuliner.

Setelah dua tahun berbisnis kerupuk, Asmi membangun usaha kuliner. Pilihannya jatuh pada usaha minuman teh lantaran marginnya besar. Modal pertama yang ia keluarkan Rp 3juta untuk membuat gerobak, sewa tempat, dan membeli bahan baku. Ia dibantu adik dan kakaknya meracik teh dan melayani pembeli di kampusnya, UIN Ciputat. “Pertama kali buka, animonya tinggi karena terbantu situasi kampus yang ramai,” ujarnya.

Namun, nyatanya usaha tersebut hanya bertahan tiga bulan lantaran terganjal brand yang Asmui pakai, yakni Joss Tea. “Sudah ada yang punya, jadi usaha ini kami tutup,” ujarnya.

Belajar dari kegagalan itu, Asmi membangun kembali usaha kulinernya. Di tahun yang sama, ia meluncurkan produk minuman kopi blanded yang saat itu tengah menjadi tren. Asmi langsung mendaftarkan mempatenkannya nama produknya, Javapuccino.

Ia yakin, langkah ini adalah awal yang benar yakni mendesain dan mematenkan produk agar bisa memenangkan persaingan. “Langkah selanjutnya baru promosi,” ujar Asmi yang mempromosikan Javapuccinonya pertama kali di internet.

Urusan paten kelar, Asmi kemudian fokus pada kualitas rasa produk es kopi blandednya. Seorang diri, ia terjun meracik kopinya. Agar menemukan racikan yang
pas, Asmi sempat belajar kepada barista. Kini, lebih dari 30 rasa minuman telah tercipta dari dapur Javapuccino, termasuk kopi, teh dan yogurt aneka rasa.

Asmi mengaku telah menemukan citra rasa produknya, yakni menonjolkan kopi bercita rasa lokal dengan aneka topping. Ia juga terus berinovasi demi memenangkan persaingan serta wujud pelayanan bagi pelanggannya.

Kerja keras, mau belajar dan tak pantang menyerah telah mengantarkan anak petani ini sukses dalam berwirausaha. Melalui jaringan Javapuccino, di sepanjang tahun 2010 Asmi meraup keuntungan bersih Rp946 juta. Keuntungan ini meningkat pesat dibanding tahun 2009 yang cuma Rp105 juta per tahun.

Rabu, 02 Januari 2013

Muhammad Hilmy: Rambah Pasar Cina dengan Jenang “Sinar 33”

toko roti, mesin roti, bisnis roti, mesin bakery, alat roti, usaha roti, kuliner, mesin roti bekas, usaha sampingan, bisnis online, bisnis sukses, restoran, hotel, mixer roti, oven roti, oven otomatis, oven lokal,proofer roti,proofer otomatis, steamer, ic board, sparkling, divider rounder, moulder,loyang roti,meja kerja,rak loyang,work table,cold showcase,dough sheeter,dough moulder.
Untuk kembangkan usaha, diperlukan ketangguhan dan ketrampilan berbisnis yang tidak ala kadarnya. Apalagi jika sudah menjangkau pasar negara lain yang lebih kompetitif dan berkarakteristik lain dari pasar domestik. Inilah yang berhasil dilakukan oleh Muhammad Hilmy, seorang entrepreneur asal kota Kretek  Kudus yang menjadi Direktur Utama perusahaan produsen jenang terkemuka, PT Mubarokfood Cipta Delicia.

Perlu diketahui bahwa perusahaan penghasil jenang yang masyur dengan merek “Sinar 33” itu awalnya hanyalah industri rumahan yang dikelola dengan manajemen tradisional. Hilmy adalah generasi ketiga yang mewarisi bisnis jenang ini dari kakek dan ayahnya. Hilmy mengangkat jenang “Sinar 33”, makanan lokal Kudus, menjadi makanan yang dikenal di banyak tempat bahkan mancanegara dengan konsistensi dan komitmen yang sudah teruji.

Usaha pembuatan jenang yang menjadi cikal bakal PT Mubarokfood Cipta Delicia didirikan pada tahun 1910. Kakek dan nenek Hilmy, Mabruri dan Alawiyah, ialah pendirinya. Kegiatan produksi saat itu hanya dilaksanakan berdasarkan datang tidaknya pesanan dari konsumen.

Karena pembuatan jenang terus ditekuni dan menunjukkan hasil yang cukup bagus , akhirnya Alawaiyah memberanikan diri menjualnya. Pertama jenang buatannya dijual di pasar Bubar yang dulunya bekas terminal Menara yang ada dua pohon beringinnya.
“Beliau merupakan generasi pertama yang membuat jenang Kudus,” kata Hilmy yang sehari-hari berkantor di Jalan Sunan Muria no 33 ini.
Saat itu, penjualan jenang mengalami kemunduruan karena dalam masa penjajahan. Sehingga keluarganya sulit mencari bahan baku dan sempat terhenti dalam proses produksi. Setelah kondisi membaik, akhirnya mereka kembali aktif.
Setelah meninggalnya Mabruri tahun 1940, pembuatan jenang beralih ke generasi kedua, Ahmad Shohib yang juga ayah Hilmy. Shohib dengan penuh dedikasi juga mengembangkan usaha jenang ini.
Shohib memunculkan visi pengembangan jenang ke depan. Di tahun 1946 ia melakukan upaya perlindungan merek dagang jenang “Sinar 33”. Pada saat itu, hanya segelintir orang yang berpikir demikian.
Generasi kedua berakhir karena faktor usia. Bulan Juli 1992, Hilmy putra Shohib mulai mengambil alih pengelolaan bisnis. Hilmy mulai menata usaha agar lebih modern dan mencari sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjad motor penggerak usaha ini.
Hilmy menyadari bahwa faktor SDM menjadi faktor kunci dalam memajukan usaha jenangnya. “ Untuk maju, kita membutuhkan SDM yang bisa diajak berlari untuk meraih target yang ditentukan namun karena SDM kurang, kita agak terkendala,” ungkap bapak 5 anak ini.
Di tahun ke5 kepemimpinannya, Hilmy masih mempertahankan sisa SDM yang ada di generasi kedua. Menurutnya pergantian SDM secara drastis akan menimbulkan goncangan.
Setelah menapaki 5 tahun kedua, ia mulai mencari SDM yang lebih baik yang berasal dari kalangan akademisi dan memiliki ketrampilan yang dibutuhkan perusahaan untuk bisa berkompetisi di era modern ini. Saat itu, perusahaan lebih terbantu berkat dilakukannya rekrutmen SDM baru.
Uniknya, meskipun mengakui membutuhkan SDM yang memiliki ketrampilan  akademis dan bisnis, Hilmy tak melupakan aspek sprititualitas dalam merekrut. Ia mementingkan isu kejujuran dalam rekrutmen.
Ternyata ini bukannya tanpa alasan. Hilmy mengakui memiliki pengalaman pahit dengan tenaga pemasaran dari salah satu perusahaan makanan bermerek. Sisi akademis dan skill maupun pengalaman sudah tak diragukan lagi tapi setelah dua tahun bekerja, Hilmy menemukan penyimpangan yang dilakukan oknum tersebut. Oknum tersebut kedapatan membuat kesepakatan di luar perusahaan di area pemasaran Jabodetabek. “Kita butuh karyawan yang tahu bahwa selain ia diawasi oleh pimpinan, ia juga diawasi oleh Sang Pencipta,” tekannya.
Kini Hilmy tak berpangku tangan menikmati kesuksesan. Ia mulai berekspansi ke pasar luar negeri seperti Cina dan Hong Kong. Ia mengamati adanya perkembangan yang menjanjikan di sana setelah mengikuti pameran di sana. PT Mubarokfood Cipta Delicia bahkan akan menyewa satu mini mall di Cina.
Untuk target 2012, ia dan segenap jajarannya siap bekerja keras dalam menaikkan pamor perusahaan tersebut sehingga menjadi pemimpin pasar alias market leader di industri makanan lokal.

Rabu, 13 Juni 2012

BROWNIES KUKUS, KISAH SUKSES BISNIS RUMAHAN

Kelezatan brownies kukus ternyata tidak hanya berhasil memikat lidah masyarakat luas, makanan ini ternyata juga memberikan sejarah penting bagi Hj. Sumiwiludjeng dan suaminya H. Sjukur Bc.AP dalam mengawali kisah suksesnya menjalankan bisnis rumahan.
Tentu Anda sudah tidak asing lagi bila mendengar produk brownies kukus dengan merek “Amanda”. Produk yang dulu dikenal sebagai oleh-oleh khas Bandung ini, sekarang gerai dan tokonya sudah bisa diperoleh di kota-kota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya dan Medan. Namun siapa sangka bila kesuksesan Amanda yang kini telah berhasil membuka gerai di berbagai kota sampai memiliki pabrik kue, berasal dari bisnis rumahan yang dulunya hanya dikerjakan Sumi dan dibantu anggota keluarganya.
Mengawali bisnis sesuai dengan minat dan bakat, memang merupakan alternatif tepat untuk bisa sukses menjalankan sebuah bisnis. Bermodalkan kemampuan memasak yang didapatkan Sumi ketika mengenyam Pendidikan Kesejahteraan dan Keluarga di IKIP Jakarta, Ia menjalankan bisnis katering rumahan dengan menerima pesanan kue dan makanan untuk acara-acara tertentu.
Di akhir  tahun 1999 Sumi mencoba resep kue bolu kukus yang didapatkan dari salah seorang saudaranya. Ia mencoba resep tersebut hingga berulang-ulang, sampai akhirnya menemukan takaran yang pas untuk bolu kukus tersebut. Dibantu oleh putra sulungnya Joko Ervianto beserta istrinya (Atin), Sumi menawarkan bolu kukus cokelat tersebut sebagai salah satu menu di katering mereka. Berkat kelezatan dan cita rasa bolu kukus cokelat yang unik, produk tersebut dengan mudahnya diminati para konsumen.
Melihat permintaan pasar akan produk tersebut sangatlah bagus, pada tahun 2000 keluarga Sumi memutuskan untuk membuka usaha brownies kukus dengan menggunakan merek Amanda. Nama tersebut merupakan singkatan dari Anak Mantu Damai, yang artinya mengharapkan anak dan menantu bisa selalu hidup rukun dan damai.
Langkah Awal memasarkan brownies kukus Amanda ternyata tidak semulus yang dibayangkan Sumi beserta anak dan mantunya, kios usaha yang dibuka di komplek pertokoan Metro Bandung harus tergusur setelah pertokoan tersebut terbakar. Hingga akhirnya mereka memindah usaha kue tersebut dengan menyewa tempat di kawasan Jl. Tata Surya Bandung. Cobaan tersebut tidak menyurutkan tekad mereka untuk tetap menjalankan bisnis brownies kukus, dengan lokasi usaha yang baru mereka juga merasa tertantang untuk bisa mendapatkan pelanggan baru.
Merintis usaha kembali di tempat baru, ternyata memberikan keuntungan tersendiri bagi Amanda. Tak sulit bagi mereka untuk mendapatkan konsumen baru, bahkan minat konsumen semakin brownies kukus amanda 240x200 Brownies Kukus, Kisah Sukses Bisnis Rumahanmeningkat setelah mereka pindah di lokasi baru. Brownies yang diproduksi setiap harinya selalu habis dibeli konsumen, dan tak jarang banyak konsumen yang harus kecewa karena brownies kukus yang ingin dibelinya sudah habis terjual.
Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, membuat tempat usaha yang mereka tempati sudah tidak memenuhi kapasitas produksi. Tahun 2002 Sumi dan keluarganya berpindah lagi ke lokasi usaha baru di Jl. Rancabolang Bandung. Mengulangi kesuksesan di tahun sebelumnya, dari lokasi yang baru kesuksesan brownies kukus Amanda menunjukan kemajuan yang luar biasa. Lokasi yang strategis dan didukung dengan cita rasa brownies kukus yang lezat, mengantarkan bisnis yang dulunya hanya dikerjakan di rumah kini menjadi industri kue yang sangat sukses. Dan pada tahun 2004, merek brownies kukus Amanda resmi dipatenkan menjadi brand produk kue buatan Sumi dan keluarganya.
Dibantu para menantu dan ketiga putranya Joko Ervianto, Andi Darmansyah, dan Sugeng Cahyono, kini brownies kukus Amanda sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di berbagai kota. Dengan menawarkan lebih dari dua puluh varian produk, saat ini penjualan produk Amanda bisa mencapai ribuan kotak untuk setiap harinya di masing-masing cabang. Anda bisa bayangkan bukan, berapa besar keuntungan yang diperoleh keluarga Sumi setiap bulannya?

Minggu, 03 Juni 2012

TAWARKAN COKELAT LEWAT INTERNET


Pengguna internet adalah pasar yang bisa digarap untuk memulai sebuah bisnis. Berbekal keyakinan itu, sebagian anak muda merintis usaha dengan membuka toko di dunia maya. Apalagi, pengguna internet di Indonesia berkembang pesat.

cokelat_olJumlah pengguna internet yang tumbuh pesat membuat Bayu Amperiawan optimistis bisnis toko cokelat yang ia kembangkan bersama Lisnawati, istrinya, bakal maju. Dengan memasang merek dagang Ayla, Bayu mendesain sendiri toko virtualnya dengan nama www.tokocoklat.com.

Sesuai dengan produk yang dijualnya, Bayu memakai warna serba coklat untuk toko virtualnya. Ia lalu memasang foto berbagai jenis produk cokelat buatan istrinya sendiri, berikut harga yang ditawarkan dan tabel ongkos kirim ke luar kota. Selain cokelat, Lisnawati juga memproduksi kue basah dan kue kering.

Bayu dan Lisnawati memulai bisnis di dunia maya pada tahun 2006. Sebelumnya, Lisnawati hanya memasarkan cokelat dan kue kering buatannya dari pintu ke pintu. Namun, karena penjualan mereka tidak tumbuh baik, Bayu berinisiatif memasarkan produk itu melalui internet.

Sejak awal diluncurkan, toko cokelat virtual itu sudah berkembang pesat. Lisnawati memang yakin bahwa produk cokelat bisa diterima pasar karena awet hingga 16 bulan. Cokelat juga tidak mengenal musim seperti kue kering yang hanya laris saat Lebaran atau Natal.

”Kapan saja orang ingin mengungkapkan perasaan hatinya, mereka bisa mengirimkan cokelat,” kata Bayu. Toko Coklat menjual produknya dengan harga Rp 2.000 untuk cokelat batangan dan Rp 20.000-Rp 90.000 untuk cokelat dalam kemasan kotak atau stoples.

Karena bisnis yang dibangun bersama istrinya menunjukkan kemajuan, Bayu memutuskan keluar dari pekerjaannya setelah 15 tahun bekerja di perusahaan teknologi informasi di Jakarta. Ia ingin total mengelola situs dan melayani pesanan toko virtualnya, sementara sang istri lebih berkonsentrasi pada pengembangan produk. (*/Kompas Cetak)

Minggu, 15 April 2012

RAUP PULUHAN JUTA DENGAN KUE BERBAHAN BUAH-BUAHAN

Buah bisa menjadi bahan baku aneka kue yang lezat. Keuntungan dari bisnis makanan ini juga tidak kalah legit. Pengusaha kue berbahan baku buah bisa mengantongi omzet hingga Rp 100 juta per bulan bermargin 30 persen. Buah-buahan tak hanya bisa Anda olah menjadi minuman segar atau jus atau keripik buah. Melainkan, bisa juga menjadi bahan baku pembuatan aneka kue.

Tengok saja usaha Maria Wardhani, pemilik Rumah Pisang di Bekasi, Jawa Barat. Ia mengolah pisang menjadi cake dan kue kering.

Cara pembuatannya pun sangat mudah, sama seperti membuat cake atau kue pada umumnya. Langkah awalnya, Anda mesti membuat adonan berbahan terigu. Lalu, masukan pisang ambon atau sunpride yang sudah dihancurkan. Setelah bercampur, adonan dituangkan ke dalam cetakan dan siap dioven. "Jumlah pisang harus lebih dominan dari terigu supaya rasa pisangnya terasa," pesannya.

Maria memilih pisang sebagai bahan utama kue karena buah ini sangat populer dan telah lama menjadi favorit keluarga karena rasanya enak serta bergizi. "Pelanggan saya datang dari Jakarta dan Bandung," ujarnya.

Dia membanderol banana cake seharga Rp 50.000 per loyang. Adapun kue kering berbahan oatmeal Rp 35.000 per stoples. "Saya menyasar pelanggan kelas menengah atas," ungkapnya.

Dalam sebulan, Maria mengatakan, dirinya bisa menghasilkan omzet hingga Rp 30 juta. "Laba bersih yang bisa dikantongi mencapai 20 persen," tutur dia.

Namun, pasar cake dan kue kering pisangnya kurang berkembang lantaran tidak semua orang tahu pisang bisa menjadi bahan baku kue. Untuk mengatasi itu, Maria saat ini sedang giat menyebarkan pengetahuan tersebut lewat media online.

Pembuat cake buah-buahan lain, Decky Suryata, pemilik Salakka Pondoh di Sleman, Yogyakarta, juga merasakan manisnya bisnis kue berbahan baku buah. Dia kini mengolah salak menjadi roti atau kue kering.

Saat ini, ia menjual cake salak pondoh seharga Rp 30.000 per boks dengan rasa keju, original, cokelat, dan pandan. Adapun untuk bakpia salak pondoh, harganya Rp 25.000 per boks. "Omzet saya Rp 100 juta per bulan dengan laba 30 persen," jelasnya.

Dia bilang, 60 persen pelanggannya adalah wisatawan dan 40 persen sisanya penduduk lokal. Untuk pemasaran, Decky yang merupakan finalis Wirausaha Muda Mandiri 2012 membuka dua toko di daerah Sleman. "Ke depan, saya ingin kembangkan produk," ujarnya.

Selasa, 27 Maret 2012

TAWARKAN BISNIS KUE HOME MADE BERGAYA MODERN

Menjadi seorang staf HRD di sebuah perusahaan pengeboran minyak dan gas nasional terkemuka dengan penghasilan yang menggiurkan, tak kuasa menghalangi niat Asdwin Noor menjadi pengusaha dengan membesarkan bisnis kue ibunda tercinta, ibu Sartje Panigoro.
quemamaTalenta sebagai seorang pebisnis mulai terlihat, ketika Asdwin--begitu bapak tiga anak ini disapa, ikut berjualan kue ibundanya mulai SD, kuliah dan bahkan selama bekerja. Alasan kuat untuk keluar dari perusahaan tambang itu pun kian menggelora semangatnya. Kue racikan ibunda lulusan alumnus Universitas Airlangga Surabaya tahun 2000, sudah populer sejak 15 tahun lalu, tetapi masih sebatas bisnis untuk mencari tambahan penghasilan keluarga.

“Saya masih ingat betul, sejak saya SD, ibu saya sambil bekerja di sebuah bank nasional membawa kue buatannya untuk dijual di tempat kerja dan karena banyak yang suka, maka sering dipesan untuk acara arisan, meeting, acara ulang tahun, syukuran, pernikahan dan sebagainya,” kenang Asdwin, seperti dikutip dari majalahfranchice.com, Kamis (17/11).

Menangkap peluang besar bisnis kue ibundanya, setelah beberapa tahun bekerja, tahun 2006 Asdwin meniggalkan pekerjaannya dan ikut terjun dalam bisnis yang telah dirintis ibunya. Bagi Asdwin, keberaniannya untuk banting stir menjadi seorang pengusaha kue, sedikit banyak karena keyakinanya akan kualitas kue racikan sang ibu. Konsumen Asdwin pun lambat laun makin menjalar, mulai dari pelanggan setia kue sang ibu, hingga relasinya di tempatnya dulu bekerja.

“Pasar kue ibu saya stabil, potensinya tidak menurun, di sisi lain, kok rasa kue buatan ibu saya dibanding kue yang lain cukup enak, di kantor saya juga dulu sering dipesan teman-teman saya buat ultah,” kata Asdwin bangga.

Potensi itulah yang kemudian dilihat mantan Ketua Aksi Mahasiswa Islam (KAMMI) Jawa Timur itu untuk kemudian membesarkan bisnis kue ibunya, yang juga didukung oleh latar belakang pendidikan dari ekonomi manajemen serta pengalaman selama bekerja.

Untuk memperkuat posisi produknya, Juli 2008, Asdwin bersama keluarga meluncurkan merek Quemama. Dengan merek tersebut, Asdwin juga ingin menguatkan citra kue rumahan, yang selalu membuat rindu konsumennya untuk selalu mencicipi kue buatannya. Selain itu, nama Quemama dipilih karena ia pun ingin meneruskan tradisi kue buatan mama tercinta.

“Walau setelah berjalan hampir dua tahun, sampai hari ini biaya yang dikeluarkan sudah cukup besar karena kita bangun merek yang besar, visi, misi dan mimpi yang besar untuk kemudian kita menjadi bagian dari perekonomian,” ujar Asdwin.

Asdwin menambahkan, belajar dari ekonomi sebuah negara, sehingga merasa punya wawasan tentang tanggung jawab. Quemama diluncurkan sebagai bentuk pelayanan sehingga layanan menjadi filosofi. Pria yang suka membaca ini, terus berpikir, bagaimana Quemama menjadi pilihan utama dalam penyediaan kue-kue untuk berbagai acara dan kegiatan.

Ia membandingkan, bila selama ini snack box yang kerap dijumpai adalah snack box dengan tampilan dan kemasan yang kurang menarik dengan tulisan selamat menikmati misalnya, kini Quemama memberikan snack box yang berbeda. Ia berpendapat, dari penampilan yang baik dapat menggugah selera.

“Karena selama ini belum ada bisnis yang khusus menggarap kategori snack box, saya rasa jika mendapatkan suatu posisioning bisnis yang tepat, bisnis ini akan mudah diterima oleh masyarakat. Jadi tak selamanya penjualannya dilakukan secara tradisiona. Quemama adalah seni. Saya belajar dari seorang koki, di mana rasa makanan nomor dua, nomor satu adalah penampilan ” terang Asdwin.

Dengan diferensiasi produk yang diterapkannya, Asdwin ingin agar kuenya bisa mengangkat kelas kue home made yang selam ini tersaji “seadanya”. Tak hanya menjadi sekedar komoditas saja, namun Quemama ingin agar produknya bisa tertuju pada penikmat kue. Disinilah kualitas penyajian menjadi penting.

Hingga saat ini, Quemama  juga bergerak di jumlah pesanan besar karena bisa 3000 box per hari. Selain itu, Quemama meluncurkan Mini café, sehingga orang datang bisa makan di gerai Quemama. Hingga saat ini Quemama sudah memiliki tiga cabang di Jakarta, yang rencananya akan menjalankan konsep kemitraan untuk melebarkan sayap bisnis. Saat ini Quemama akan memfokuskan pengembangan bisnis di wilayah Jabodetabek, sebelum menggarap pasar di daerah.

Jumat, 23 Maret 2012

SUKSES BERAWAL DARI COBA-COBA

Berawal dari coba-coba usaha membuka roti panggang, Haji Nedi Suhendi, tidak pernah bermimpi bisa menjadi salah satu entrepreneur yang sukses. Nyatanya, kini dari usaha coba-coba itu, Nedi telah menggapai keinginan dan cita-citanya sejak kecil yakni pergi ke Mekah, untuk menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam.

Usaha yang dirintisnya itu juga bukan suatu proses yang singkat. Dimulai dengan mengikuti jejak sebagian orang kampung halamannya di Sumedang yang membuka usaha roti pangggang di Jakarta, Nedi yang usianya baru 14 tahun memberanikan diri ke Jakarta pada 1964. Namun, impiannya di Jakarta, tidak seperti dibayangkan. Sempat empat tahun bekerja serabutan, akhirnya pada 1968, ia ikut membantu saudaranya berjualan roti panggang di Jalan Jayakarta, Jakarta Barat.

Selama dua bulan sebagai karyawan, Nedi mulai menyambi buka usaha roti panggang sendiri sebagai pedagang kaki lima di kawasan Jalan Jayakarta. Banyak duka dialaminya ketika ia menjadi pedagang kaki lima. Terkadang jualan roti panggangnya tidak habis, modal yang tidak cukup, hingga dikejar-kejar petugas keamanan dan ketertiban pedagang kaki lima.

Kendati demikian, cobaan demi cobaan tidak lantas menyurutkan hatinya untuk menggeluti usaha roti panggang yang sudah menjadi panggilan jiwanya. Ia pun sejak 1981, mulai menyewa tempat di salah satu sudut Jalan Jayakarta.

Seperti dikutip dari Jurnal Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Nedi memberanikan diri, untuk mengajukan pinjaman uang ke Bank Nasional Indonesia (BNI) pada 1987. Pengajuan itu tidak langsung disetujui pihak bank.

Tersendatnya pengajuan itu tidak menggentarkan Nedi untuk membuktikan bahwa usaha yang digelutinya potensial menjadi usaha yang berkembang. Tidak lama dari pengajuan itu, atau setelah enam bulan pengajuan, akhirnya pihak bank mengucurkan pinjaman sebesar Rp 5 juta pada Nedi sebagai modal usaha.

Dari sinilah, ia mulai mendapatkan suntikan semangat baru. Inilah yang menjadi titik awal bagi Nedi. Mulai 1987 itu pula, Nedi memberi nama usaha roti panggang miliknya bernama ‘Pala Sari’. Tak disangka, nama yang diberikan spontan dan selintas oleh Nedi ini, membawa dirinya pada sebuah keberuntungan.

Tahun berganti tahun, kini usaha Nedi sudah berkembang menjadi enam kios. Lima kios berada di Jalan Jayakarta (satu kios pusat, dan empat kios cabang), dan satu kios di Jalan Penjaringan, Jakarta Utara.

Kesuksesannya ini pun didukung dengan kejelian Nedi dalam mencari lokasi usahanya.Nedi sengaja mencari kios yang dekat dengan para pekerja formal dan informal, dan berada di wilayah pemukiman padat. Selain itu, semua kios pun dibuka non stop 24 jam. Alhasil, sangat sulit menemui keenam kiosnya sepi dari pembeli. Bahkan, khusus kios yang berada di Jalan Penjaringan, selalu ramai dikunjungi pembeli dari pagi hingga malam hari.

Maka tak mengherankan, keenam kios usaha roti panggang yang telah digelutinya sejak 40 tahun lalu, telah memberikan omzet keuntungan minimal Rp 5 - 10 juta per hari.

Membuka tabir kesuksesannya, Nedi hanya mengucapkan empat kunci. Jaga mutu produk, jaga kebersihan produk dan tempat usaha, dan berikan pelayanan yang ramah kepada pembeli. ‘’Satu kunci lagi, jadilah manager yang baik, meskipun dalam lingkup kecil, yang mampu mengelola karyawan dan uang dengan baik,’’ kata Nedi Suhendi.

Senin, 19 Maret 2012

LEGITNYA LABA KUE SUS

Anda penikmat kue basah? Bila iya, tentu lidah Anda pernah mencicipi kue basah berbentuk bulat kecil, dengan kulit luar yang renyah dan gurih. Begitu bagian dalamnya yang berisi fla yang lembut mampir di mulut, rasanya jadi manis dan lezat. Betul, kue sus namanya. Kue ini beken di Bandung. Tapi, kini kita juga bisa mencicipinya di berbagai daerah.
delisoes1Adalah Sandi Gunawan, salah seorang yang ikut mempopulerkan kue sus ke beberapa kota di Indonesia. Mengusung bendera Delisoes, Sandi terjun ke bisnis kue sus sejak akhir 2006. "Sus buatan saya lebih kriuk dan isian dalamnya tidak sebatas fla biasa," beber Sandi seperti dikutip kontan.co.id.

Saat ini Delisoes menawarkan 17 varian rasa fla. Antara lain fla rasa cokelat, blueberry, lemon, nanas, durian, mangga, dan pisang. Tak ketinggalan, rasa talas yang dijamin membuat lidah bakal menari keenakan.

Soes kreasi Sandi ini lumayan berhasil memikat lidah konsumen. Karena pasar menyambut, Sandi lantas menawarkan kemitraan usaha sejak Juni 2007.

Tawarannya mendapat respon cukup baik dari pasar. Dalam waktu satu setengah tahun, Sandi sudah mempunyai 35 gerai. Semuanya milik mitra. Gerai Delisoes tersebar di kawasan Jabodetabek, Surabaya, Malang, Sulawesi, Jawa Tengah, dan di  Papua.

Jika Anda juga tertarik menjadi mitra Delisoes, tentu ada persyaratan yang harus Anda penuhi. Salah satunya, tentu saja syarat modal. Tapi tak usah khawatir, sebab Sandi mensyaratkan modal yang terjangkau. Calon mitra hanya perlu menyetorkan modal sebagai investasi awal sebesar Rp 6  juta. “Itu sudah termasuk biaya kemitraan selama lima tahun, gerai, dan seluruh perlengkapan memasak. Jadi, mitra tinggal memasak adonan saja,” imbuh Sandi.

Paket investasi awal tersebut sudah termasuk peralatan seperti kompor, panci, oven, mixer, dan lainnya. Sandi juga akan memberi pelatihan bagi dua karyawan mitra Delisoes.

Setiap gerai biasanya mempekerjakan  satu hingga dua orang karyawan. “Kami akan melatih sampai mitra bisa membuat kue sus dengan rasa dan kualitas yangsesuai standar kami,” ujar Sandi.

Sandi juga mewajibkan mitra membeli bahan-bahan, seperti tepung adonan dan aneka varian fla dari dia. Perinciannya, harga tepung adonan saat ini Rp 25.000 per 500 gram, adapun harga aneka isian fla berkisar Rp 27.500 hingga Rp 30.000 per kilogram.

Dari 500 gram tepung adonan, si mitra bisa membuat sekitar 50 potong kue sus. Dus sekilo isian fla cukup untuk 100 porsi untuk isian fla.

Berdasarkan pengalaman membesarkan ke-35 gerai, Sandi menargetkan satu gerai kemitraan Delisoes bisa membukukan angka penjualan minimal Rp 200.000 per hari atau Rp 5 juta hingga Rp 6 juta per bulan. "Dengan asumsi omzet Rp 5 juta per bulan, mitra bisa balik modal  sekitar tiga bulan saja," ujar Sandi.

Seberapa besar peluang calon mitra mencapai target itu dan bagaimana prospek bisnis Delisoes? Sebagai pertimbangan, silakan Anda simak penuturan Soraya, mitra Delisoes di Bekasi, Jawa Barat.

Soraya membuka gerai Delisoes sejak akhir 2007. "Saat ini, saya sudah mampu meraup omzet Rp 10 juta per bulan," ujar Soraya.

Dengan harga jual Rp 2.000 sampai Rp 3.500 per sus, mitra Delisoes bisa mendulang laba bersih sebesar 100%. Artinya, harga jualnya dua kali lipat dari harga bahan baku. Anda tertarik menikmati kriuk laba dari Delisoes?
Delisoes Jl. Taman Kopo Indah III D-4, No. 65, Bandung
(022) 92934806, 91872525