Berawal dari coba-coba usaha membuka roti panggang, Haji Nedi Suhendi,  tidak pernah bermimpi bisa menjadi salah satu entrepreneur yang sukses.  Nyatanya, kini dari usaha coba-coba itu, Nedi telah menggapai keinginan  dan cita-citanya sejak kecil yakni pergi ke Mekah, untuk menunaikan  ibadah haji beberapa tahun silam.
Usaha yang dirintisnya itu juga  bukan suatu proses yang singkat. Dimulai dengan mengikuti jejak  sebagian orang kampung halamannya di Sumedang yang membuka usaha roti  pangggang di Jakarta, Nedi yang usianya baru 14 tahun memberanikan diri  ke Jakarta pada 1964. Namun, impiannya di Jakarta, tidak seperti  dibayangkan. Sempat empat tahun bekerja serabutan, akhirnya pada 1968,  ia ikut membantu saudaranya berjualan roti panggang di Jalan Jayakarta,  Jakarta Barat.
Selama dua bulan sebagai karyawan, Nedi mulai  menyambi buka usaha roti panggang sendiri sebagai pedagang kaki lima di  kawasan Jalan Jayakarta. Banyak duka dialaminya ketika ia menjadi  pedagang kaki lima. Terkadang jualan roti panggangnya tidak habis, modal  yang tidak cukup, hingga dikejar-kejar petugas keamanan dan ketertiban  pedagang kaki lima.
Kendati demikian, cobaan demi cobaan tidak  lantas menyurutkan hatinya untuk menggeluti usaha roti panggang yang  sudah menjadi panggilan jiwanya. Ia pun sejak 1981, mulai menyewa tempat  di salah satu sudut Jalan Jayakarta.
Seperti dikutip dari Jurnal  Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Nedi memberanikan diri,  untuk mengajukan pinjaman uang ke Bank Nasional Indonesia (BNI) pada 1987. Pengajuan itu tidak langsung disetujui pihak bank.
Tersendatnya  pengajuan itu tidak menggentarkan Nedi untuk membuktikan bahwa usaha  yang digelutinya potensial menjadi usaha yang berkembang. Tidak lama  dari pengajuan itu, atau setelah enam bulan pengajuan, akhirnya pihak  bank mengucurkan pinjaman sebesar Rp 5 juta pada Nedi sebagai modal  usaha.
Dari sinilah, ia mulai mendapatkan suntikan semangat baru.  Inilah yang menjadi titik awal bagi Nedi. Mulai 1987 itu pula, Nedi  memberi nama usaha roti panggang miliknya bernama ‘Pala Sari’. Tak  disangka, nama yang diberikan spontan dan selintas oleh Nedi ini,  membawa dirinya pada sebuah keberuntungan.
Tahun berganti tahun,  kini usaha Nedi sudah berkembang menjadi enam kios. Lima kios berada di  Jalan Jayakarta (satu kios pusat, dan empat kios cabang), dan satu kios  di Jalan Penjaringan, Jakarta Utara.
Kesuksesannya ini pun  didukung dengan kejelian Nedi dalam mencari lokasi usahanya.Nedi sengaja  mencari kios yang dekat dengan para pekerja formal dan informal, dan  berada di wilayah pemukiman padat. Selain itu, semua kios pun dibuka non  stop 24 jam. Alhasil, sangat sulit menemui keenam kiosnya sepi dari  pembeli. Bahkan, khusus kios yang berada di Jalan Penjaringan, selalu  ramai dikunjungi pembeli dari pagi hingga malam hari.
Maka tak  mengherankan, keenam kios usaha roti panggang yang telah digelutinya  sejak 40 tahun lalu, telah memberikan omzet keuntungan minimal Rp 5 - 10  juta per hari.
Membuka tabir kesuksesannya, Nedi hanya  mengucapkan empat kunci. Jaga mutu produk, jaga kebersihan produk dan  tempat usaha, dan berikan pelayanan yang ramah kepada pembeli. ‘’Satu  kunci lagi, jadilah manager yang baik, meskipun dalam lingkup kecil,  yang mampu mengelola karyawan dan uang dengan baik,’’ kata Nedi Suhendi.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan kritik dan saran untuk artikel ini. Terima kasih telah membaca artikel saya.