Dan agaknya, pantaslah pribahasa ini ditujukan kepada Nazwa. Bukan sembarang nama. Tapi Nazwa adalah sebuah toko kue yang sudah malang melintang lebih dari 10 tahun di dunia per-bakery-an.
Berdiri tanggal 1 July 1997,  Nazwa belumlah besar seperti sekarang. Dulunya hanya sebuah warung  donat. Seperti namanya, warung donat ini hanya menjual donat. Selain  dijual eceran, donat-donat ini juga dijual kepada  distributor-distributor yang membeli dalam partai besar. Biasanya, para  distributor tadi menjual lagi donat secara eceran ke warung-warung.
Nazliana  Fadlin nama pemilik warung donat tersebut. Ibu tiga anak ini sangat  gigih mengelola usahanya. Berawal dari warung donat, kini ia bisa  membangun 1 counter lagi, beralamat jalan Mojopahit No. 71 B Medan.  Tidak hanya menjual donat, tapi juga bermacam-macam roti. “Di cabang  baru ini, tempatnya rame. Mudah dijangkau masyarakat. Lagipun, daerahnya  memang lokasi penjualan bakery. Dibuka sudah 4 tahun lalu, tanggal 1  Spetember 2003,” ujarnya memberi penjelasan tentang penambahan cabang  ushanya.
Memasuki  kawasan ‘Nazwa’, siap-siaplah aroma roti menusuk hidung. Wangi  ‘pembakaran’ kue menohok perut untuk segera mencicipi kue olahan Nazwa.  Sore itu, Nazliana tengah bersantai bersama kedua anaknya di halaman  depan rumah mereka. “Hallo Mbak” sapanya ramah. “Mau beli kue?” tanya  Nazliana dengan senyum menghiasi wajahnya. Tak sulit  mengakrabkan  diri dengan Nazliana. Kepribadiannya yang sederhana, ramah dan selalu  tersenyum, membuat komunikasi berjalan lancar. Mengalir begitu saja  diselingi tawa, seakan-akan  sudah lama mengenalnya. Istri seorang Dosen sastra ini memang piawai memikat pembeli.
Ternyata,  Nazliana membidani sendiri usahanya. “Kuncinya, belajar, belajar dan  terus belajar. Jangan pernah menyerah. Memang, sangat susah untuk  memulai sesuatu. Tapi, kalo sudah tekad dalam hati, tak ada yang bisa  menghentikan” ujarnya berpilosofi. Ia mengajak saya melongok ke ruang  paling belakang, tempat roti-roti nya diolah dan dibakar. Nampak para  karyawan sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Terdengar suara bising  mesin-mesin pembuat kue. Sendok, oven, sutel, kuali, dan berbagai alat  ‘perang’ lainnya saling beradu di sana. Ramai sekali. Setelah roti-roti tersebut selesai di proses, mereka siap packing, untuk dibawa distributor atau pelanggan tetap. Tapi, ada juga di tempatkan di stelling kaca, di tata rapi sesuai dengan jenisnya. “Untuk jual eceran”, kata Nazliana. Ada  brownies, bolu, kue sus, black forest, risol, bika ambon kue khas  Medan, dan banyak lagi jenis kue yang tak saya kenal namanya. 
Melihat  prospek cerah bisnis bakery nya, ia pun mulai melebarkan sayap,  mengembangkan usahanya. Terbukti, Nazwa mendapat tempat khusus di hati  pembeli. “Mitra saya ada 20-an. Seperti Toko Madina Syariah dan  Berastagi Buah. Mereka langganan tetap saya,” tutur Nazliana tanpa  bermaksud menyombongkan diri. Selain itu Nazwa juga menerima order tetap  dari hotel-hotel. Biasanya untuk jamuan awal atau makanan pembuka.  Seperti sarapan pagi atau session coffe break. Hotel-hotel tersebut mempercayakan Nazwa menghandle makanan  mereka. “Seperti Hotel Dharma Deli, Hotel Danau Toba, dan Hotel Tiara.  Kalau ada acara di hotel-hotel itu, pesan kuenya pasti ke Nazwa,” ungkap  Nazliana yang pernah bekerja selama 8 tahun di maskapai penerbangan  Sempati Air. Tekad dan keinginan untuk mandiri lah yang membawa Nazwa  berwirausaha. Ia tak mau selamanya hidup jadi orang upahan. Berbekal  sedikit pengetahuan tentang mengolah tepung menjadi roti, Nazli mantap  berdikari, melangkahkan kaki menjadi pebisnis bakery. Saat ini, tak ada  yang tidak mengenal Nazwa.
Nama  Nazwa adalah gabungan dari nama Nazliana dan Naswa, anak bugsunya. Tak  perlu ia repot-repot menempah nama hoki untuk bisnis bakery nya. Bagi  Nazliana, menjaga mutu dan kualitas roti adalah hal yang paling penting  dalam berusaha. Selanjutnya, keramahtamahan, turut menjadi kunci agar  usaha tak ditinggal pergi pembeli.
Lokasi  Nazwa sangat strategis. Dan bisa dibilang menguntungkan. Bagaimana  tidak. Hanya bisnis bakery milik Nazwa yang berdiri di sana,  terletak di area padat penduduk dan berhadapan dengan universitas  swasta terkenal pula, yaitu jalan Kapten Muchtar Basri No. 110, Medan. Otomatis, hampir seluruh masyarakat dan mahasiswa setempat tumplek di tokonya. 
Selain itu, Nazwa juga membuka cafetaria, tempat kongkow-kongkow sekedar meluangkan waktu santai sambil menikmati makanan dan minuman ringan. Ada 10 meja nangkring di sana.  Tiap meja di kelilingi 4 sampai 5 kursi. Dipayungi tenda balon warna  hijau tua dan berlantai marmar. Café Nazwa sangat sederhana. Membuat  orang ringan langkah untuk singgah. Tak seperti café-café kebanyakan,  style-nya sangat glamour dan lux.  Tapi, menu nya biasa-biasa saja. Bahkan harganya pun mahal. Kurang pas  dikantong. Berbeda dengan Nazwa. Mengambil konsep alam terbuka,  pengunjung bisa merasakan semilir angin dan melihat indahnya bunga.  Cukup inspiratif. Lalu lalang kendaraan, celoteh riang anak-anak muda,  plus hembusan aroma pembakaran roti, menambah marak suasana. Lagipun,  tak perlu gelisah memikirkan berapa potong roti sudah masuk ke perut.  Roti Nazwa cukup murah. ‘Masih’ ada harga Rp.600/potong di zaman sesulit  ini. Nampak para pembeli yang sebagian besar mahasiswa nongkrong di café nya. Baik yang break  dari aktivitas kuliah, maupun yang mampir sebelum perkuliahan mereka  dimulai. Mereka duduk memenuhi setengah dari meja-meja tadi, asik  menikmati kue Nazwa seraya bercengkrama. Lezat, lembut dan ma’nyes nya (seperti kata Pak Bondan dalam Program Wisata Kuliner nya) kue Nazwa olahan tangan Nazliana.
Sehari-hari, Nazwa bisa membuat 25 jenis kue. Tiap kue banyaknya 200 potong. Ada  lapis legit, cake, bolu pandan, Blondi Pisang, donat hingga kue basah.  Melihat banyaknya orderan-orderan dari hotel-hotel langganan,  mitra-mitra tetap, sampai eceran-eceran, keuntungan yang diperoleh Nazwa  cukup besar. Begitupun, ia tidak mengambil keuntungan yang sangat  tinggi. Menurut Nazliana, ia  hanya memperoleh keuntungan 20% dari penjualan. “Ya…misalnya penjualan  sampai Rp. 100.000.000,- dan keuntungannya 20% dari seratus juta tadi.  Kita gak ambil untung banyak. Yang penting, setiap diproduksi kue bisa  habis terjual” katanya mengakhiri pertemuan kami sore itu. Tak disangka,  Nazliana membontoti saya dengan cake coklatnya. Pas benar, sudah lama  lidah ini tak mengecap lezatnya cake coklat. Apalagi buatan nazwa. Ma’nyuusss…

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan kritik dan saran untuk artikel ini. Terima kasih telah membaca artikel saya.