Suara Pance Pondaag menyanyikan Demi Kau dan Si Buah Hati menemani  Firdaus Ahmad menyetir Mercedes 120 CDI di jalanan London yang padat  pada suatu siang akhir Februari lalu. Mobil jembar yang sanggup  mengangkut sepuluh orang itu adalah kendaraan "dinas" laki-laki 54 tahun  ini dari rumah  ke restorannya.
Nusa  Dua Restaurant berdiri di sudut Dean Street 11, Soho, di jantung ibu  kota Inggris itu. Bangunan tiga lantai ini satu-satunya restoran  Indonesia di kawasan belanja dan tempat nongkrong anak-anak muda itu.  "Sejak Presiden Barack Obama datang ke Indonesia, menu favorit di sini  nasi goreng," kata Daus.
Selain itu, ada banyak makanan khas  Indonesia di daftar menu: ayam kremes, sayur asem, sambal terasi, tahu  isi, soto ayam, tempe, dan kerupuk udang. Saya makan di sana ketika  restoran masih tutup menjelang sore. Tapi, di depan pintu, pelanggan  dari pelbagai ras yang akan makan malam sudah antre mengular.
Resto  ini adalah buah kerja keras Daus selama 20 tahun. Ia tiba di London  pada akhir 1981 dengan tiket pesawat yang dikirim saudaranya, sopir di  Kedutaan Besar Indonesia di London. Daus nekat berangkat ke Inggris  karena penghasilan sebagai kondektur angkutan kota Kampung Melayu-Bekasi  tak menentu.
Mendarat di Bandar Udara Heathrow yang sibuk,  lulusan SMA 1 Indramayu ini termangu dua jam. Ia tak tahu jalan keluar.  Ia amati setiap penumpang. Asumsinya, orang yang kusut pasti baru  mendarat setelah penerbangan yang jauh. Ia ikuti mereka menyeret koper.  "Saat itu saya baru tahu arti 'exit' itu keluar," katanya, terbahak.
Daus  lalu bekerja di restoran Indonesia sebagai pencuci piring. Tapi resto  ini tak berumur lama. Pemiliknya ketahuan mengakali pajak. Pemerintah  mengambil alih dan menjualnya. Pembelinya adalah tukang masak asal  Malaysia. Resto itu kini jadi rumah makan Asia yang tukang masaknya adalah pemilik lama, bekas majikan Daus.
Seorang  pengusaha Singapura kemudian mendirikan Nusa Dua Restaurant. Daus  diajak bergabung dan naik pangkat jadi chef. Tapi perkongsian ini hanya  bertahan tiga tahun. Pengusaha itu tak sanggup membayar cicilan modal.  Royal Bank of Scotland (RBS) menyitanya. Daus kelimpungan tak punya  pekerjaan.
Pada 1991 ia sudah menikahi Usya Suharjono, perempuan  manis yang tengah kuliah kesekretariatan di London. Ayah Usya adalah  wartawan radio BBC seksi Indonesia. Ia mengikuti orang tuanya ke London  setelah lulus SMA 2 Jakarta Pusat pada 1983. Daus punya ide mengambil  alih Nusa Dua.
Usya maju sebagai negosiator dengan bank karena ia  fasih berbahasa Inggris. Daus hingga kini masih gagap. Kepada tiga  anaknya, ia berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi dijawab dalam bahasa  Inggris. Usya membujuk bahwa resto itu merugikan RBS karena tak  mendatangkan untung, sementara pajak tetap harus dibayar.
Daus meyakinkan mereka akan mengelola rumah  makan dengan jaminan membayar cicilan 1.000 pound tiap bulan tepat  waktu. ”Jika tahun pertama pembayaran tak jelas, bank silakan ambil alih  lagi,” katanya. Deal. RBS ternyata setuju.
Sejak itu, Daus yang  pegang kendali. Ia belanja, ia memasak, ia pula yang melayani pembeli.  Karena makanan racikannya enak, pelanggan lama kembali, dan pembeli baru  berdatangan. Restorannya mulai untung dengan omzet 10 ribu pon (Rp 140  juta) setiap pekan. Dalam waktu enam tahun, utang 100 ribu pound lunas.
Tabungannya mulai kembung. Daus membeli sebuah rumah seluas 300 meter persegi seharga Rp 5,2 miliar di sudut jalan dekat sekolah anaknya. rumah  sembilan kamar itu kini disewakan kepada pelancong asal Indonesia  dengan tarif 19,5 pound semalam. Meski tak ada papan nama, orang tahu rumah  bata merah di sudut jalan kompleks elite Colindale itu ”Wisma Indonesia”.
Daus-Usya  tinggal tak jauh dari situ. Tiga mobil nangkring di garasi. Semuanya  Mercedes yang harga satu unitnya rata-rata Rp 1,4 miliar. Daus kerap  bolak-balik London-Bekasi untuk menengok keluarga besarnya di Jatiasih.
Setelah semua pencapaian ini, Daus hanya punya satu cita-cita: pulang kampung setelah anak-anaknya mandiri dan membuat taman pendidikan agama untuk anak-anak miskin. (*/Tempo.co)

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan kritik dan saran untuk artikel ini. Terima kasih telah membaca artikel saya.